Senin, 11 Agustus 2008

Tradisi Remaja Buang Bayi

BaitiJannati – Kita sempat dikejutkan dengan sosok mayat seorang bayi laki-laki yang ditemukan di toilet salah satu SMA di Surabaya beberapa waktu lalu. Ini bukan kasus yang pertama, tapi sudah sangat banyak remaja-remaja yang dengan tega membuang bayinya. Yang menyedihkan, kasus pembuangan atau pembunuhan bayi hanya merupakan pengulangan yang dianggap biasa. Simak saja, dari tahun ke tahun kasusnya terus meningkat. Menurut Komisi Perlindungan Anak (KPA), pada 2009 terdapat 219 bayi yang dibuang di negeri ini, atau naik 53 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Itu baru angka yang diketahui. Yang pasti ada bayi yang dibuang dan tidak masuk hitungan KPA atau luput dari perhatian kita.

Apa sebenarnya salah bayi-bayi itu? Mengapa mereka harus dibuang? Bukankah kehadiran seorang bayi seharusnya memang diterima, disambut dengan gembira, dan dicintai ayah ibunya. Ada banyak alasan kenapa dengan tega para remaja melakukan hal tersebut. Biasanya karena panik saat mengetahui melahirkan. Kepanikan sesaat itu kemudian membuat mereka memutuskan untuk membuang/membunuh bayi yang baru dilahirkan. Ada pula karena untuk menutup aib. Mereka biasanya merasa malu dan akhirnya memutuskan untuk membunuh anaknya sendiri. Atau banyak dari mereka (remaja-remaja) yang sebetulnya belum siap menjadi ibu. Fisiknya mungkin bisa, tetapi kondisi psikisnya tidak siap. Kehadiran si janin di rahim kemudian menimbulkan persoalan rumit, dan tidak jarang dalam kondisi demikian, laki-laki ayah si bayi meninggalkannya. Tidak heran jika saat bayi lahir, si bayi pun segera dibuang si ibu yang seharusnya menyusui dan menyayanginya.

Gaul Bebas, Faktor Penyebab

Hampir sebagaian besar bayi yang dibuang adalah hasil dari pergaulan bebas. Dan pergaulan bebas pada remaja yang kian parah disebabkan karena rangsangan-rangsangan yang semakin subur, terutama melalui media. Tayangan mesum kita jumpai dimana-mana, VCD/DVD porno laris manis terjual, di jalan, mall, dan tempat-tempat umum lainnya, nampak perempuan-perempuan yang berpakaian seronok mengumbar aurat. Bagi para remaja, harus menghadapi kenyataan bahwa energi yang semestinya mereka fokuskan untuk berkarya dan berprestasi, terpaksa harus teralihkan untuk menahan gejolak syahwat yang berpeluang muncul setiap saat. Sementara kecanggihan teknologi memberi fasilitas untuk berkomunikasi dengan siapapun, termasuk dalam mengungkapkan rasa dan gejolak ini kepada lawan jenisnya. Tak jarang komunikasi lewat HP atau dunia maya, berlanjut pula pada pertemuan hingga mengarah pada kedekatan fisik dan penyaluran kebutuhan seksual yang berakhir dengan kehamilan.

Karena itu, Islam hanya memperbolehkan hubungan seks ketika laki-laki dan perempuan resmi diikat dalam dalam perkawinan. Satu-satunya penyaluran yang dibolehkan adalah melalui jalan pernikahan, sebab dengan menikah berarti seseorang telah dapat menyalurkan naluri jenisnya dengan cara yang halal dan terselamatkan dari separuh agamanya, seperti dijelaskan dalam HR Tabrani dan Hakim

“Barangsiapa diberi Allah rizki berupa istri yang shaleh, sesungguhnya telah ditolong separuh agamanya. Maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separuh yang lainnya”.

Di samping itu pernikahan juga merupakan pintu untuk membentuk keluarga sakinah mawaddah wa rahmah (QS Ar Ruum 21) dan pintu bagi pembentukan generasi pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa (QS Al Furqon 74). Dalam sebuah pernikahan, kehadiran anak akan selalu dinanti, tidak di tolak apalagi dibuang atau dibunuh. Di dalam keluarga itu pula, kehadiran anak akan disambut dengan suka cita, penuh cinta, bahkan dipanggil dengan sebutan buah hati. Karena sudah semestinya kehadiran anak memang bukan untuk dibuang atau dibunuh, tapi dicintai dengan sepenuh hati sebagai anugrah yang diberikan Allah SWT kepada kita.

Peran Orang Tua (Ibu) Dalam Mengarahkan Dorongan Seksual Anak

Tantangan yang dihadapi para Ibu dalam mendidik anak saat ini, sangatlah berat. Seorang Ibu tidak hanya dituntut untuk dapat memahami karakteristik dari setiap naluri termasuk naluri jenis, berikut tahapan kemunculannya pada diri anak dan cara pengendaliannya menurut Islam, tetapi ibu juga harus dapat mengikuti perkembangan zaman dan teknologi agar dapat mengontrol lingkup pergaulan anak hingga dapat mendeteksi seawal mungkin jika sang anak mulai berkomunikasi dengan lawan jenisnya semisal melalui ‘Hand Phone atau ‘Face Book’ .

Hal lain yang juga tidak kalah penting adalah penanaman nilai-nilai agama yang kuat dalam keluarga serta komunikasi yang lancar antara anak dan orang tua hingga tak ada masalah anak yang tidak diketahui oleh Ibunya. Disamping anak juga dapat merasakan kenyamanan dan kepuasan, manakala “curhat” kepada Ibunya, tidak malu ataupun takut saat mengungkapkan setiap gejolak perasaan yang dialaminya terhadap lawan jenis. Sang anak percaya bahwa Ibunya mampu menjawab segala kegalauan dan memberinya solusi yang bijak dan sesuai dengan tuntunan Islam. Inilah yang menumbuhkan kepribadian Islam anak, perkembangan naluri-nalurinya senantiasa sejalan dengan perkembangan pemikirannya. Dan Ibulah yang paling memegang peranan dalam hal ini. Lalu apa saja yang bisa dilakukan oleh para ibu dalam mengarahkan dorongan seksual anak?

1. Perkuat akidah anak dengan mengajak berfikir tentang kehidupan, tujuan Allah SWT menciptakan manusia, serta informasi tentang karakteristik manusia, cara pemenuhan potensi hidup manusia menurut Islam serta akibat pemenuhan yang tidak sesuai dengan aturan Allah SWT, batasan pergaulan di dalam Islam seperti keharusan untuk menundukkan pandangan, menjaga aurat, tidak berkhalwat, dan lai-lain. Hal ini dilakukan dalam rangka membentuk standarisasi Islam dan membina pemikiran anak dalam mensikapi kemunculan naluri jenis yang salah satu penampakannya berupa munculnya dorongan seksusl.

2. Buatlah suasana rumah dalam nuansa ibadah yang kuat dan saling beramar ma’ruf nahi munkar antar anggota keluarga. Biasakan melakukan qiyamul lail, tadarus Qur’an dan shaum sunnah bersama, guna memperkuat hubungan dengan Allah SWT (idrokshillah-billah), hingga muncul pengawasan diri yang selalu melekat.

3. Ajaklah anak berfikir tentang masa depannya, cita-citanya dan membuat langkah serta target-target untuk mencapai cita-cita tersebut. Cara ini dimaksudkan agar anak mampu mendeteksi hal-hal yang dapat mendukung atau bahkan menghambat cita-citanya, termasuk dalam memposisikan kemunculan naluri jenis berkaitan dengan cita-citanya ini.

4. Libatkan anak dalam aktivitas diskusi yang mengasah kemampuan berfikirnya, merangsang kepekaannya terhadap lingkungan dan belajar memecahkan persoalan masyarakat menurut Islam, khususnya yang dihadapi oleh remaja. Latihan ini akan membantu mereka di saat mereka sendiri menghadapi masalah yang sama.

5. Tumbuhkan jiwa kepemimpinannya dengan aktif berorganisasi, beri motivasi untuk selalu berprestasi, berkarya dan maju. Juga dapat dilakukan dengan memberi contoh apa yang dihasilkan oleh para sahabat Rasul, ulama dan ilmuwan muslim dalam usia muda, Harapannya anak akan memiliki figur yang selalu menjadi panutannya.

6. Penuhi anak dengan kasih sayang dan perhatian dari orang tua dan saudara, sebagai bentuk lain dari penyaluran naluri jenis, sehingga dapat meminimalkan kemunculan naluri terhadap lawan jenis pada usia yang lebih cepat.

7. Biasakan untuk terus berkomunikasi dengan anak, tidak menganggap tabu untuk membahas seputar masalah naluri jenis ini. Bila perlu berilah contoh langsung bagaimana secara praktis pengalaman-pengalaman dalam mengendalikan naluri jenis dalam usia yang relevan.(www.baitijannati.wordpress.com)