Jumat, 24 September 2010

Khalifah Umar ibnul Khaththab

Ia adalah Amirul Mu'minin Umar ibnul Khaththab. Dijuluki oleh ­Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam dengan al-Faruq karena ia membedakan antara yang hak dan yang batil. Ia dibaiat menjadi khalifah ­pada hari kematian Abu Bakar ash-Shidiq. Selama masa khalifahnya, ia ­melakukan tugasnya dengan baik seperti halnya sirah, jihad, dan ­kesabaran Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu. Dengan Umar ibnul Khaththab Allah memuliakan Islam.

Hal pertama yang dilakukannya setelah menjabat sebagai khalifah ialah mencopot Khalid bin Walid dari jabatan sebagai komandan pasukan dan menggantinya dengan Abu Ubaidah.

Ia ikut menyaksikan penaklukan Baitul Maqdis dan tinggal di sana selama sepuluh hari. Ia kemudian kembali ke Madinah dengan ­membawa serta Khalid bin Walid. Tatkala Khalid bin Walid menanyakan ­perlakuan Umar terhadap dirinya, Umar Radhiyallahu 'anhu menjawab, "Demi Allah! Wahai Khalid, sesungguhnya engkau sangat kumuliakan dan sangat kucintai." Lanjut......

Kamis, 23 September 2010

Ummu Fadhl -Rodhiallahu 'anha-

Beliau adalah Lubabah binti al-Haris bin Huzn bin Bajir bin Hilaliyah. Beliau adalah Lubabah al-Kubra, dikenal dengan kuniyahnya yakni Ummu Fadhl. Ummu Fadhl adalah salah satu dari empat wanita yang dinyatakan keimanannya oleh Rasulullah Sholallahu 'alaihi wasallam. Keempat wanita tersebut adalah Maimunah, Ummu Fadhl, Asma' dan Salma.

Adapun Maimunah adalah Ummul Mukminin Rodhiallahu 'anha saudara kandung dari Ummu Fadhl. Sedangkan Asma' dan Salma adalah kedua saudari dari jalan ayahnya sebab keduanya adalah putri dari 'Umais.Lanjut....

Kedermawanan Si Faqir, Faidah dari Siroh Sahabat Ulbah bin Zaid

Tersebutlah kisah salah seorang sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam, dia adalah Ulbah bin Zaid. Dia bukanlah termasuk sahabat Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam yang terkenal sebagaimana Abu Bakar dan Umar. Pada kisah hidupnya kita akan melihat potret kedermawanan si faqir. Bagaimana seorang faqir bisa disebut dermawan ? bukankah biasanya kata dermawan disematkan kepada orang yang cukup hartanya lalu dia bersedekah dan berinfaq dengan hartanya itu ? Simak kisah berikut ini...

Sekitar bulan Sya’ban di tahun 9 H, ketika itu musim paceklik sedang melanda kota Madinah dan sekitarnya, Lanjut.....

Wangi Harum Masyithah

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pada saat malam terjadinya Isra’ saya mencium bau harum, sayapun bertanya, “Ya Jibril, bau harum apakah ini?”

Jibril menjawab, “Ini adalah bau wangi wanita penyisir rambut putri Fir’aun (Masyithah) dan anak-anaknya.”
Saya bertanya, ”Bagaimana bisa demikian?”
Jibril bercerita, “Ketika dia menyisir rambut putri Fir’aun suatu hari, tiba-tiba sisirnya terjatuh. Dia mengambilnya dengan membaca ”Bismillah (dengan nama Allah).”
Putri Fir’aun berkata, “Hai, dengan nama bapakku?”
Masyithah berkata, “Bukan, Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu begitu juga Tuhan bapakmu.”
Putri Fir’aun bertanya, “Kalau begitu, kamu punya Tuhan selain ayahku?
Wanita tukang sisir itu menjawab, “Ya.”
Anak putri Fir'aun berkata, 'Akan aku laporkan pada ayahku.'
Wanita tukang sisir menjawab, 'Silahkan!' Lanjut

Mengenal Imam al-Bukhari

Muhammad Ibnu Abi Hatim berkata, “Saya terilham/menghafal hadits ketika masih dalam asuhan belajar.” Lalu saya bertanya, “Umur berapakah anda pada waktu itu?” Beliau menjawab, “Sepuluh tahun atau kurang.” (Riwayat al-Farbari dari Muhammad Ibnu Abi Hatim, seorang juru tulis al-Imam al-Bukhari). 
Suatu ketika al-Imam al-Bukhari tiba di Baghdad. Kehadiran beliau didengar oleh para ahlul hadits negeri itu. Maka, berkumpullah mereka untuk menguji kehebatan hafalan beliau tentang hadits. Syahdan para ulama tersebut sengaja mengumpulkan seratus buah hadits. Susunan, urutan dan letak matan serta sanad seratus hadits tersebut sengaja dibolak-balik. Matan dari sebuah sanad diletakkan untuk sanad lain, sementara suatu sanad dari sebuah matan diletakkan untuk matan lain dan begitulah seterusnya. Seratus buah hadits itu dibagikan kepada sepuluh orang tim penguji, hingga masing-masing mendapat bagian sepuluh buah hadits.
Maka tibalah ketetapan hari yang telah disepakati. Berbondong-bondonglah para ulama dan tim penguji itu, serta para ulama dari Khurasan dan negeri-negeri lain serta penduduk Baghdad menuju tempat yang telah ditentukan. Lanjut....

Cerita Abu Qudamah bag2

Setibanya di pos perbatasan kami menurunkan semua muatan dan bermalam di sana. Keesokan harinya setelah menunaikan shalat fajar, kita bergerak ke medan pertempuran untuk menghadapi musuh.
 
Sang komandan bangkit untuk mengatur barisan. Ia membaca permulaan Surat al-Anfaal. Ia mengingatkan kami akan besarnya pahala jihad fi sabilillah dan mati syahid, sambil terus mengobarkan semangat jihad kaum muslimin.

Abu Qudamah menceritakan, "Tatkala kuperhatikan orang-orang di sekitarku, kudapati masing-masing dari mereka mengumpulkan sanak kerabatnya di sekitarnya. Adapun si bocah, ia tidak punya ayah yang memanggilnya, atau paman yang mengajaknya, dan tidak pula saudara yang mendampinginya.Lanjut ....

Cerita Abu Qudamah bag1

Abu Qudamah dahulu dikenal sebagai orang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan jihad fi sabilillah. Tidak pernah dia mendengar akan jihad fi sabilillah, atau adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali dia selalu ikut serta bertempur di pihak kaum muslimin.

Suatu ketika saat ia sedang duduk-duduk di Masjidil Haram, ada seseorang yang menghampirinya seraya berkata: "Hai Abu Qudamah, anda adalah orang yang gemar berjihad di jalan Allah, maka ceritakanlah peristiwa paling ajaib yang pernah kau alami dalam berjihad." Lanjut.....

Kejujuran Mubarok

Dikisahkan dari Mubarok -ayahanda dari Abdulloh Ibnu al-Mubarok- bahwasanya ia pernah bekerja di sebuah kebun milik seorang majikan. Ia tinggal di sana beberapa lama. Kemudian suatu ketika majikannya -yaitu pemilik kebun tadi yang juga salah seorang saudagar dari Hamdzan- datang kepadanya clan mengatakan, "Hai Mubarok, aku ingin satu buah delima yang manis."
 
Mubarok pun bergegas menuju salah satu pohon dan mengambilkan delima darinya. Majikan tadi lantas memecahnya, ternyata ia mendapati rasanya masih asam. Ia pun marah kepada Mubarok sambil mengatakan, "Aku minta yang manis malah kau beri yang masih asam! Cepat ambilkan yang manis!" Lanjut ...
 

Kisah Pembunuh 99 Orang

Dalam sebuah Hadits yang diketengahkan oleh Bukhari dan Muslim secara sepakat disebutkan bahwa: dahulu di kalangan orang-orang yang sebelum kalian -yakni kaum Bani Israil- ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang. Lelaki ini telah berlumuran darah. Jari-jemarinya, pakaiannya, tangan, dan pedangnya, semuanya basah oleh darah, karena telah membunuh 99 orang dari kalangan orang-orang yang jiwanya terpelihara. Padahal seandainya semua penduduk bumi dan penduduk langit bersatu-padu untuk membunuh seorang lelaki muslim, tentulah Allah akan mencampakkan mereka semuanya dengan muka di bawah ke dalam neraka. Maka terlebih lagi dengan seseorang yang datang dengan pedang yang terhunus, sikap yang kejam, jahat, lagi emosi, akhirnya dia membunuh 99 orang.

Lelaki pelaku kejahatan ini telah melumuri dirinya dengan darah banyak orang dan membinasakan banyak jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya serta mencabut nyawa mereka. Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, ia menyadari kesalahannya terhadap Allah. Ia pun ber­pikir tentang hari pertemuannya dengan Allah nanti, teringat saat hari kedatangannya kepada Allah untuk mempertanggungjawab­kan semua dosanya. Dia meyakini bahwa tiada yang mengampuni dosa, yang menghukumnya, yang menghisabnya, dan yang membenci seorang hamba karena dosa, kecuali hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala.Lanjut .....

Puncak Kemuliaan dan Kedermawanan

Diceritakan bahwa pasukan Romawi menahan sebagian kaum wanita muslimat, kemudian beritanya terdengar oleh Al-Manshur bin 'Ammar. Orang-orang pun menyarankan kepadanya: “Sebaiknya engkau membuat majelis di dekat Amirul Mukminin, kemudian engkau gugah semangat manusia untuk melakukan penyerangan (dalam rangka membebaskan wanita muslimat yang ditawan tersebut).”
Maka selanjutnya Al-Manshur membuat majelis di dekat Amirul Mukminin, Harun Ar-Rasyid, yaitu di Ruqqah yang ada di negeri Syam.

Ketika Syekh Al-Manshur sedang menganjurkan kepada orang-orang untuk berjihad di jalan Allah, tiba-tiba dilemparkanlah sebuah buntelan kain yang di dalamnya terdapat sebuah kantong terikat dan bercap. Padanya terdapat sepucuk surat. Al-Manshur kemudian membuka surat tersebut dan ternyata isinya adalah sebagai berikut:

“Sesungguhnya aku adalah salah seorang wanita dari kalangan keluarga Arab. Telah sampai kepadaku berita tentang apa yang telah dilakukan oleh orang-orang Romawi terhadap kaum muslimat dan aku telah mendengar pula perihal anjuranmu kepada kaum muslim agar mereka melakukan penyerangan berkenaan dengan kasus tersebut. Untuk itu, aku sengaja mengambil sesuatu yang paling berharga dari tubuhku,, yaitu kedua kepangan rambutku ini yang kupotong, lalu kumasukkan ke dalam buntelan yang bercap ini. Aku memohon kepada Allah Yang Mahabesar semoga engkau menjadikan keduanya sebagai bagian dari tali kendali kuda yang digunakan untuk berjihad di jalan Allah. Mudah-mudahan Allah Yang Mahabesar memperhatikan keadaanku yang sangat prihatin ini, lalu Dia mengasihani diriku melalui keduanya.”


Setelah membaca ungkapan yang sangat menyentuh ini, Manshur tidak dapat menguasai dirinya lagi, hingga ia menangis dan orang-orang yang hadir di majelisnyapun ikut menangis. Saat itu juga khalifah Harun Ar-Rasyid bangkit dan memerintahkan untuk melakukan mobilisasi umum, lalu ia sendiri ikut berperang bersama kaum mujahid di jalan Allah. Akhirnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan kemenangan kepada pasukan kaum muslim.

Khalid Al-Miski

Khalid Al-Miski adalah seorang pemuda yang tampan, rajin beribadah, wara', ikhlas, rajin bekerja, dan amanah. Dia seorang pedagang keliling kampung yang membawa barang dagangannya di atas kepala.

Salah seorang wanita cantik tertarik pada Khalid Al-Miski yang tampan. Suatu hari, wanita ini memanggil Khalid dengan maksud akan membeli barang dagangannya. Ia telah merancang tipu-dayanya, lalu Khalid diminta agar masuk ke dalam rumahnya dengan alasan ia akan membeli dagangannya. Ternyata ia segera mengunci pintu-pintu rumahnya, kemudian berkata, "Kamu akan celaka, jika tidak mau melayani aku! Sebab aku akan memper­malukanmu di depan umum sehingga mereka menuduhmu ingin memperkosaku." Lanjut ...

Ummu Ibrahim al Bashariyyah

Dikisahkan di Bashrah terdapat wanita-wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim al-Hasyimiyah. Ketika musuh Islam menyusup ke kantong-kantong perbatasan wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah.

'Abdul Wahid bin Zaid al Bashri berdiri di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka berjihad. Sedangkan saat itu Ummu Ibrahim turut menghadiri majelis ini. 'Abdul Wahid terus berkhutbah, sampailah pembicaraannya menerangkan tentang bidadari. Bidadari merupakan imbalan bagi sebagian penghuni surga, akibat amalannya diterima oleh Allah, amalan tersebut antara lain adalah jihad.

'Abdul Wahid menyebutkan pernyataaan-pernyataan tentang bidadari, kemudian dia bersenandung menyifati bidadari ini. Lanjut .....

Do'a Orang Teraniaya....

Suatu pagi seorang laki-laki pergi berburu untuk mendapatkan rezeki yang halal. Namun hingga sore, ia belum mendapat satu pun binatang buruan. Lalu ia berdoa dengan tulus:"Ya Allah, anak-anakku menunggu kelaparan di rumah, berilah aku seekor binatang buruan". setelah doanya ia panjatkan, Allah memberikannya rezeki, jala yang dibawa pemburu itu mengenai seekor ikan yang sangat besar. Ia pun bersyukur kepada Allah. kemudian, beranjaklah ia pulang dengan hati riang.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan kelompok orang dengan seorang raja yang hendak berburu. Raja heran dan takjub luar biasa begitu melihat ikan besar yang dibawa pemburu itu. Lalu, ia menyuruh pengawal untuk merampas ikan itu dari sang pemburu. Lanjut.....

Perjalanan

Saudariku tampak pucat dan kurus. Namun sebagaimana kebiasaannya, ia tetap membaca Al-Qur' an...

Jika Engkau mencarinya, pasti akan mendapatinya di tempat shalatnya, sedang rukuk, sujud dan mengangkat kedua tangannya ke atas langit... Demikianlah setiap pagi dan petang, juga di tengah malam buta, tak pernah berhenti dan tak pernah merasa bosan.

Sementara aku amat gemar membaca majalah-majalah seni dan buku-buku yang berisi cerita-cerita. Saya juga biasa menonton video, sampai aku dikenal sebagai orang yang keranjingan nonton. More....

Terpikat Suara Azan, Tatiana Pilih Islam

Gadis asal Slowakia itu terbuka hatinya kepada Islam selepas mendengar suara azan kala berkunjung ke Kairo, Mesir. “Ketika mendengar suara azan, jujur saja, saya merasakan getaran-getaran aneh dalam hati. Ketika itu saya seakan terhipnotis dan tak mendengar suara lain kecuali suara yang berkumandang melalui menara masjid itu,” akunya. Sekembalinya ke Slowakia dia memperdalam Islam dengan dibantu Muslimah di sana. Bahkan internet juga sangat membantunya dalam mengenal Islam. Alhasil, dia pun memeluk Islam dan kini menjalani hari-hari yang dikatakannya sebagai begitu indah dan nikmat terasa. Itulah Tatiana Fatimah, yang kami rangkum dari beberapa situs.

“Sejuta kata-kata tak cukup untuk mengekspresikan bagaimana kecintaan saya kepada Allah. Inilah yang saya rasakan saat ini. Islam ibarat darah yang mengalir di sekujur tubuh hingga ke ujung jari saya. Ketika bercakap-cakap dengan Allah di dalam shalat, sangat indah,” kata Tatiana. Lanjut.....

Gadis Kecil Yang Sholihah

 Berkatalah ibu gadis kecil tersebut:

Saat aku mengandung putriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak buruk pipit yang terbang di angkasa. Di antara burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia mengabarkan kepadaku bahwa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku, dan sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ia tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara akupun tidak meminta tafsir tentang takwil mimpi tersebut. More...........

Balasan Yang Setimpal

Wail berhasil lulus mengikuti ujian SMA. Kedua orangtuanya sangat bergembira, melebihi kegembiraan Wail. Dia adalah anak tunggal yang menjadi tumpuan hidup keduanya. Cita-cita Wail adalah dapat melanjutkan kuliah pada fakultas kedokteran di Paris. Orang tua Wail menyetujui rencananya dan mulai bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita anak tunggalnya.  More............

Maulid Nabi

Jika kita menyusuri dalam kitab tarikh (sejarah), perayaan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak kita temukan pada masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in, dan juga empat imam madzhab, padahal mereka adalah orang-orang yang paling mencintai dan mengagungkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Perlu diketahui pula bahwa –menurut pakar sejarah-, yang pertama kali mempelopori acara Maulid Nabi adalah Dinasti ‘Ubaidiyyun atau disebut juga Fatimiyyun (silsilah keturunan yang disandarkan pada Fatimah).More....

HADIAH

Umar bin Qais pernah mengungkapkan : “Bila engkau mendapatkan kesempatan berbuat baik, lakukanlah kebaikan itu meski sekali, niscaya engkau akan menjadi ahlinya.”Aku menyelesaikan studiku di sebuah sekolah kesehatan setelah bersusah-payah. Aku sama sekali tidak fokus pada pelajaran. Namun Allah memudahkan juga jalanku untuk menyelesaikan kuliahku. Lalu aku ditempatkan di sebuah rumah sakit yang dekat dengan kotaku. Alhamdulillah, segala urusanku berjalan lancar, dan akupun masih tetap bisa tinggal bersama kedua orang tuaku .. Lanjut................

Si Anak dan Persegi

Di suatu senja, duduklah seorang ibu yang sedang membantu anak-anaknya mengulang-ulang pelajaran mereka. Sang ibu memberi putra kecilnya yang berusia 4 tahun sebuah buku gambar agar tidak mengganggunya dalam memberikan keterangan terhadap pelajaran saudara-saudaranya yang lain.

Tiba-tiba sang ibu teringat bahwa dia belum menghadirkan makan malam untuk ayah suaminya (mertuanya), seorang yang sudah lanjut, dan hidup bersama mereka di sebuah kamar di luar bangunan rumah, yaitu di pelataran rumah. Adalah sang ibu melayaninya sesuai dengan kemampuannya, dan sang suami ridha dengan pelayanan terhadap ayahnya yang tidak meninggalkan kamarnya karena kesehatannya yang lemah.More...

Mendamba Pemimpin Sejati

Jika dulu, para sahabat Radhiyallahu 'Anhu sangat takut untuk dipilih menjadi seorang pemimpin, maka sekarang, ada banyak orang berlomba-lomba menjadi pemimpin. Semua mengaku terbaik!
 
Benar sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam ketika beliau menyampaikan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
"Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, padahal kelak di hari kiamat ia akan menjadi penyesalan.” (HR. Al-Bukhari). Teruskan

Nabi Hud Diutus Kepada Kaum 'Ad

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus Nabi Hud ‘Alaihissalam kepada Kaum ‘Ad. Kaum ‘Ad merupakan kaum yang pertama menyekutukan Allah dalam hal rububiyyah, tetapi tidaklah mengingkarinya secara total. Penyekutuan mereka, terjadi karena mereka terperdaya oleh kekuatan dan keagungan yang mereka miliki. Mereka juga menyembah berhala dan meyakini bahwa berhala memiliki kemampuan memberikan manfaat dan madharat kepada pemujanya. Kaum ‘Ad kaum yang pertama kali menyembah berhala setelah banjir bandang pada masa Nabi Nuh ‘Alaihissalam sebagaimana dikatakan oleh Ibnu katsir dalam Qahashul Anbiya’.More....

Nabi Ibrahim Dengan Raja Yang Sombong

Dari Abu Hurairah Rodhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam hijrah bersama istrinya Sarah. Beliau lalu tinggal di sebuah negeri yang diperintah oleh seorang raja di antara para raja zhalim, atau oleh seorang penguasa sombong di antara para penguasa sombong.

Maka seseorang melaporkan kepada sang raja tentang kedatangan Ibrahim itu, bahwa Ibrahim datang bersama seorang.... Lanjut ...

KISAH KAUM YASIN

Allah Subhanallahu Ta'ala berfirman
وَاضْرِبْ لَهُم مَّثَلاً أَصْحَابَ الْقَرْيَةِ إِذْ جَآءَهَا الْمُرْسَلُونَ {13} إِذْ أَرْسَلْنَآ إِلَيْهِمُ اثْنَيْنِ فَكَذَّبُوهُمَا فَعَزَّزْنَا بِثَالِثٍ فَقَالُوا إِنَّآ إِلَيْكُم مُّرْسَلُونَ {14} قَالُوا مَآأَنتُمْ إِلاَّ بَشَرٌ مِّثْلُنَا وَمَآأَنزَلَ الرَّحْمَنُ مِن شَىْءٍ إِنْ أَنتُمْ إِلاَّ تَكْذِبُونَ {15} قَالُوا رَبُّنَا يَعْلَمُ إِنَّآ إِلَيْكُمْ لَمُرْسَلُونَ {16} وَمَاعَلَيْنَآ إِلاَّ الْبَلاَغُ الْمُبِينُ {17} قَالُوا إِنَّا تَطَيَّرْنَا بِكُمْ لَئِن لَّمْ تَنتَهُوا لَنَرْجُمَنَّكُمْ وَلَيَمَسَّنَّكُمْ مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ {18} قَالُوا طَآئِرُكُم مَّعَكُمْ أَئِن ذُكِّرْتُم بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ {19} وَجَآءَ مِنْ أَقْصَا الْمَدِينَةِ رَجُلٌ يَسْعَى قَالَ يَاقَوْمِ اتَّبِعُوا الْمُرْسَلِينَ {20} اتَّبِعُوا مَن لاَّيَسْئَلُكُمْ أَجْرًا وَهُم مُّهْتَدُونَ {21} وَمَالِيَ لآأَعْبُدُ الَّذِي فَطَرَنِي وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ {22} ءَأَتَّخِذُ مِن دُونِهِ ءَالِهَةً إِن يُرِدْنِ الرَّحْمَـنُ بِضُرٍّ لاَّتُغْنِ عَنِّي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا وَلاَيُنقِذُونَ {23} إِنِّي إِذًا لَّفِي ضَلاَلٍ مُّبِينٍ {24} إِنِّي ءَامَنتُ بِرَبِّكُمْ فَاسْمَعُونِ {25} قِيلَ ادْخُلِ الْجَنَّةَ قَالَ يَالَيْتَ قَوْمِي يَعْلَمُونَ {26} بِمَا غَفَرَ لِي رَبِّي وَجَعَلَنِي مِنَ الْمُكْرَمِينَ {27} * وَمَآأَنزَلْنَا عَلَى قَوْمِهِ مِن بَعْدِهِ مِن جُندٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَمَا كُنَّا مُنزِلِينَ {28} إِن كَانَتْ إِلاَّ صَيْحَةً وَاحِدَةً فَإِذَا هُمْ خَامِدُونَ {29}

Kehidupan Rasulullah Sebelum Diutus

Muhammad Sholallahu 'Alaihi wa Salam dilahirkan di Makkah Al Mukarramah pada hari Senin tanggal 12 Rabi'ul Awwal tahun 571 M. Tahun tersebut adalah tahun ketika Abrahah Al Habsyi berusaha menghancurkan Ka'bah. Maka Allah menghancurkan Abrahah (dan tentaranya). Hal tersebut disebutkan di dalam surat Al Fiil.
Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdil Muthallib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ia meninggal sebelum Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Salam dilahirkan. Oleh karena itu beliau dilahirkan dalam keadaan yatim.
Ibu beliau adalah Aminah bintu Wahb bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah. Setelah ibunya melahirkan, ia mengirim beliau kepada kakeknya. Ibunya memberikan kabar gembira kepada sang kakek dengan kelahiran cucunya. Maka kakeknya datang dengan menggendong-nya. Sang kakek memasuki Ka'bah bersama beliau. Kakeknya berdoa bagi beliau dan menamai beliau Muhammad. More....

Kisah Habil dan Qabil

Allah Berfirman:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آَدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْآَخَرِ قَالَ لَأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ (27) لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ (28) إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ (29) فَطَوَّعَتْ لَهُ نَفْسُهُ قَتْلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُ فَأَصْبَحَ مِنَ الْخَاسِرِينَ (30) فَبَعَثَ اللَّهُ غُرَابًا يَبْحَثُ فِي الْأَرْضِ لِيُرِيَهُ كَيْفَ يُوَارِي سَوْأَةَ أَخِيهِ قَالَ يَا وَيْلَتَا أَعَجَزْتُ أَنْ أَكُونَ مِثْلَ هَذَا الْغُرَابِ فَأُوَارِيَ سَوْأَةَ أَخِي فَأَصْبَحَ مِنَ النَّادِمِينَ (31)
Artinya: “Ceritakanlah kepada mereka kisah tentang dua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya , ketika keduanya mempersembahkan korban , maka di terima dari salah seorang dari mereka berdua (habil) dan tidak di terima dari yang lain (Qabil) . Ia berkata (Qabil): “Aku pasti akan membunuhmu!”. Berkata Habil: “Seungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”.“Sungguh kalau kamu menggerakan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan mengerakan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam”. “Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh) ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zhalim.”Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah dia diantara orang-orang yang merugi.Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak mengali-gali dibumi untuk memperlihatka kepada (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya . Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagk ini, lalu aku dapat menguburkan mayat suaraku ini ?” karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang yang menyesal. (QS.Al-Maidah:27-31).
Teruskan .....

KISAH HIDHIR AS DAN NABI MUSA AS

Kisah ini berkaitan dengan Nabi Musa AS yang ketika itu memiliki kedudukan yang agung di kalangan Bani Israil, dimana ia mengajari mereka sejumlah ilmu dan masyarakat pun merasa kagum dengan kesempurnaan ilmunya.
Pada suatu hari seseorang bertanya kepadanya: “Wahai nabi Allah, apakah ada atau engkau mengetahui seseorang di bumi ini yang lebih pintar darimu?”
Nabi Musa AS menjawab, “Tidak ada.”
More...

KESABARAN NABI AYYUB ‘ALAIHISSALAM

Bulan Ramadhan adalah bulan di mana kesabaran kaum Muslimin diuji, dan salah satu cara untuk meningkatkan dan memperkuat kesabaran adalah dengan membaca kisah-kisah para Nabi dan Rasul yaitu kisah tentang kesabaran mereka dalam menghadapi setiap ujian yang datang kepada mereka. Dan Nabi Ayyub ‘alaihissalam adalah salah seorang Nabi yang terkenal dengan kesabarannya, maka mari kita simak kisah beliau berikut ini dan semoga kisah ini bisa menambah kesabaran kita. Amiin.

More....

Keteladanan Nabi Ibrahim 'AlaihisSalam

Dalam lintasan sejarah kenabian, nama Nabi Ibrahim Alaihissalam, merupakan nama yang sudah tidak asing lagi bagi umat Islam. Selain dikenal sebagai salah seorang rasul ulul azmi (yang memiliki keteguhan), beliau juga sering disebut sebagai Khalilullah (kekasih Alloh Subhaanahu wa Ta’ala), dan Abul Anbiya' (bapaknya para nabi). Tulisan singkat ini memberikan sedikit gambaran tentang perilaku kehidupan beliau untuk kemudian nantinya bisa kita teladani.

Kritis terhadap lingkungan

Nabi Ibrahim Alaihissalam dilahirkan dilingkungan penyembah berhala, termasuk bapaknya sendiri, Azar, namun ternyata lingkungan tidak memberi pengaruh terhadap dirinya. Hal ini dikarenakan sikap kritis yang beliau miliki. Suatu ketika beliau bertanya kepada bapaknya tentang penyembahan berhala ini. Sebagaimana dalam firman Alloh Subhaanahu wa Ta’ala, yang artinya: "Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim ber-kata kepada bapaknya Aazar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai ilah-ilah. Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata". (QS: Al-An'am: 74).....More....

Rabu, 22 September 2010

Hanzhalah bin Abi Amir –Radiallahu anhu-

Malam telah menyelimuti kota Madinah Al Munawwarah, bintang -bintang yang bertaburan membawa kedamaian dan ketenangan serta mimpi indah, yang jelas malam itu sebenarnya malam biasa, tapi tidak sama sekali bagi Hanzhalah bin Abi Amir Radiallahuanhu . Hari itu hari dimana mimpinya terwujud, hari yang lama datangnya hari yang lama ditunggunya hari itu Hanzhalah naik ke pelaminan.

Hanzhalah menikah pada suatu malam yang besok paginya terjadi perang di Uhud. Hanzhalah minta izin kepada Nabi Shalallahu alaihi wa salam untuk bermalam bersama isterinya. Sementara dia sendiri tidak tahu dengan pasti apakah malam itu malam pertemuan atau justru malam perpisahan. Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa salam memberinya ijin untuk menginap malam itu bersama pasangan kemantennya. Lanjut.....

Selasa, 21 September 2010

Aku Tidak Peduli, Selama Mati Dalam Keadaan Islam

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dia berkata, "Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus 10 mata-mata yang dipimpin Ashim bin Tsabit al-Anshari kakek Ashim bin al-Khaththab. Ketika mereka tiba di daerah Huddah antara Asafan dan Makkah mereka berhenti di sebuah kampung suku Hudhail yang biasa disebut sebagai Bani Luhayan.
Kemudian Bani Luhayan mengirim sekitar 100 orang ahli panah untuk mengejar para mata-mata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka berhasil menemukan sisa makanan berupa biji kurma yang mereka makan di tempat istirahat itu. Mereka berkata, 'Ini adalah biji kurma Madinah, kita harus mengikuti jejak mereka.'
Ashim merasa rombongannya diikuti Bani Luhayan, kemudian mereka berlindung di sebuah kebun. Bani Luhayan berkata, 'Turun dan menyerahlah, kami akan membuat perjanjian dan tidak akan membunuh salah seorang di antara kalian.' Ashim bin Tsabit berkata, 'Aku tidak akan menyerahkan diri pada orang kafir.' Lalu memanjatkan doa, 'Ya Allah, beritakan kondisi kami ini kepada NabiMu shallallahu ‘alaihi wasallam.' Lanjut.....

Jumat, 17 September 2010

Jabir Ibnu Abdullah Al-Anshari

Rombongan kendaraan melaju mempercepat langkah dari Yatsrib ke Mekah karena didorong oleh rasa kerinduan kepada seseorang yang dicintai. Mereka sudah berjanji kepada Rasulullah untuk bertemu. Setiap orang yang berada di rombongan itu sangat rindu dengan suatu waktu pada saat akan merasakan kebahagiaan bertemu dengan Nabi Muhammad Shalalllahu ‘alaihi wasallam dan meletakkan tangan di atas tangan beliau dengan membaiatnya untuk selalu mendengarkan perintahnya dan taat, serta berjanji untuk saling menguatkan dan menolong.

Di antara rombongan itu, ada orang tua, salah seorang pemuka kaum, membonceng anak laki-laki satu-satunya yang masih kecil di belakangnya. Ia meninggalkan sembilan anak perempuan di Yatsrib karena ia tidak memiliki anak laki-laki yang kecil selainnya. Orang tua itu sangat ingin anaknya bisa menyaksikan baiat dan tidak kehilangan hari agung yang dianugerahkan itu. Orang tua itu bernama Abdullah ibnu Amr al-Khazraji al-Anshari. Anaknya bernama Jabir ibnu Abdullah al-Anshari.Lanjut ....

Kamis, 16 September 2010

‘Uqbah bin Amir al-Juhani

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam baru saja sampai di pinggiran kota Yatsrib setelah sekian lama dinanti-nanti. Kaum lelaki di kota Madinah memadati jalan dengan mengumandangkan tahlil (laa ilaaha illallah) dan takbir (Allahu Akbar) dengan riang gembira menyambut kedatangan Nabi pembawa kasih sayang dan sahabatnya, Abu Bakar ash-Shiddiiq. Sementara itu, kaum wanita dan anak-anak kecil naik ke atap rumah agar dapat melihat langsung sosok Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sambil bertanya-tanya, "Yang mana dia? .. Yang mana dia?"

Rombongan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berjalan di tengah para penyambutnya dengan penuh wibawa. Mereka dikelilingi wajah-wajah yang telah lama merindukannya dan hati yang telah sekian lama mendambakannya. Mereka tak kuasa mencucurkan air mata bahagia dan menabur senyum kegembiraan. Lanjut ....

Rabu, 15 September 2010

Bilal bin Rabah -Rodhiallu 'anhu-

Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.
Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda' (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meinggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.Lanjut .....

Jumat, 03 September 2010

MENGENAL ALLAH SWT


Satu Hadis Nabi Muhammad SAW. yang termasyhur ialah; 
"Siapa yang mengenal dirinya, mengenal ia akan TuhanNya"
Ini berarti dengan mematuhi dan memikirkan tentang dirinya dan sifat-sifatnya, manusia itu bisa sampai mengenal Allah. Tetapi oleh karena banyak juga orang yang memikirkan tentang dirinya tetapi tidak dapat mengenal Tuhan, maka tentulah ada cara-caranya yang khusus bagi mengenal ini. 
Sebenarnya ada dua cara untuk mencapai pengetahuan atau pengenalan ini. Salah satunya sangat sulit dan sukar difahami oleh orang-orang biasa, maka cara yang ini tidak usahlah kita terangkan di sini. Yang satu cara lagi adalah seperti berikut:
Apabila seseorang memikirkan dirinya, dia tahu bahwa ada suatu ketika ia tidak berwujud, seperti tersebut dalam Al-Quran: 
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu sesuatu yang dapat disebut?” (Al Insan:1)
Selanjutnya ia juga tahu bahwa ia dijadikan diri setitik air yang tidak ada akal, pendengar, penglihatan, kepala, tangan, kaki dan sebagainya, dari sini teranglah bahwa walau bagaimanapun seseorang itu mencapai taraf kesempurnaan, tidaklah dapat ia membuat dirinya sendiri meeskipun hanya sehelai rambut. 
Kemudian pula jika ia setitik air, alangkah lemahnya ia? Demikianlah seperti yang kita lihat di bab pertama dulu, didapatinya dalam dirinya kekuasaan, kebijaksanaan dan kecintaannya terhadap Allah terbayang dalam bentuk yang kecil. Jika semua manusia dalam dunia ini berkumpul dan mereka tidak mati, niscaya mereka tidak dapat mengubah dan memperbaiki bentuk walau satu bagian dari tubuhnya itu.
Misalnya, dalam penggunaan gigi depan dan gigi samping untuk menghancurkan makanan, penggunaan lidah, air liur, tengkuk, kerongkong, kita dapatinya penciptaan itu tidak dapat diperbaiki lagi. Begitu juga, fikirkan pula tangan dan jari kita. Jari ada lima dan tidak pula sama panjang, empat daripada jari itu mempunyai tiga persendian, dan ibu jari hanya ada dua persendian, dan lihat pula bagaimana ia bisa digunakan untuk memegang, mencincang, memukul dan sebagainya. Jelas sekali manusia tidak akan dapat berbuat demikian, meski hendak menambah atau mengurangkan jumlah jari itu dan susunannya .
Lihat pula makanan, tempat tinggal kita dan sebagainya. Semuanya cukup dikurniakan oleh Allah yang maha kaya. Tahulah kita bahwa rahmat atau Kasih Sayang Allah itu sama dengan Kekuasaan dan Kebijaksanaan-Nya, seperti firman Allah Subhanahuwa Taala.
"RahmatKu itu lebih besar dari kemurkaanKu" 
Dan sabda Nabi SAW:
"Allah itu sayang kepada hamba-hambanya lebih dari sayang ibu kepada anaknya" 
Demikianlah, dari makhluk yang dijadikanNya, manusia bisa tahu tentang wujud Allah, dari keajaiban tubuhnya, ia dapat tahu tentang Kekuasaan dan Kebijaksanaanya Allah; dan dari kurnia rezeki Tuhan yang tidak terbatas itu, nampaklah Cinta Allah kepada hambaNya.
Dengan cara ini, mengenal diri sendiri itu menjadi anak kunci kepada pintu untuk mengenal Allah Subhanawa Taala. 
Sifat-sifat manusia itu adalah bayangan Sifat-sifat Allah. Begitu juga cara wujud ruh manusia itu memberi kita sedikit pandangan tentang wujud Allah, yaitu Allah dan ruh itu tidak kelihatan, tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan, tidak tunduk kepada ruang dan waktu, diluar kemampuan kuantitas (jumlah) dan kualitas, dan tidak bisa diperikan dengan bentuk, warna atau ukuran. Orang merasa sulit hendak membentuk satu konsep berkenaan hakikat-hakikat ini karena ia tidak termasuk dalam bidang kualitas dan kuantitas, dan sebagainya, tetapi coba perhatikan betapa susah dan payahnya memberi konsep tentang perasaan kita sehari-hari seperti marah, suka, cinta dan sebagainya. 
Semua itu adalah konsep pikiran atau tanggapan khayalan, dan tidak dapat dikenali oleh indera. kualiti, kuantiti dan sebagainya dan itu adalah konsep indera (tanggapan pancaindera). Sebagaimana telinga kita tidak dapat megenal warna, dan mata kita tidak dapat mengenal bunyi, maka begitu jugalah mengenal Ruh dan Allah itu bukanlah dengan inderanya.
Allah itu adalah Pemerintah alam semesta raya ini. Dia tidak tunduk kepada ruang dan waktu, kuantiti dan kualiti, dan menguasai segala makhluknya. Begitu juga ruh itu memerintah tubuh dan anggotanya. Ia tidak bisa dilihat, tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan dan tidak tunduk kepada tempat tertentu. 
Karena bagaimana mungkin sesuatu yang tidak bisa dibagi-bagikan itu diletakan ke dalam sesuatu yang bisa dibagi atau dipecah? 
Dari keterangan yang kita baca diatas itu, dapatilah kita lihat bagaimana benarnya sabda Nabi SAW.:
" Allah jadikan manusia menurut rupanya". 
Setelah kita mengenal Zat dan Sifat Allah hasil dari bertafakur kita tentang zat dan sifat Ruh, maka sampailah pengenalan kita kepada cara-cara kerja dan pemerintahan Allah Taala dan bagaimana ia mewakilkan kuasa-kuasaNya kepada malaikat-malaikat, dan lain-lain.
Dengan cara bertafakur tentang bagaimana diri kita memerintah alam kecil kita sendiri. 
Kita ambil satu contoh: 
Katakanlah seorang manusia hendak menulis nama Allah. Mula-mulanya kehendak atau keinginan itu terkandung dalam hatinya. Kemudian dibawa ke otak oleh daya ruhani. Maka bentuk perkataan "Allah" itu terdapat dalam khayalan atau pikiran otak itu. Selepas itu ia mengembara melalui saluran urat saraf, lalu menggerakkan jari dan jari itu mengerakkan pena. Maka tertulislah nama "Allah" atas kertas, serupa seperti yang ada didalam otak penulis itu. 
Begitu juga apabila Allah Subahanahuwa Taala hendak menjadikan sesuatu hal, Ia mula­mulanya nampak dalam peringkat keruhanian yang disebut didalam Quran sebagai "Al­'Arasy". Dari situ ia turun dengan urusan Keruhanian ke peringkat yang di bawahnya yang digelar "Al-Kursi". Kemudian bentuknya nampak dalam "Al-Luh Al-Mahfuz". Dari situ dengan perantaraaan tenaga-tenaga "Malaikat" terbentuklah hal itu dan kelihatanlah di atas bumi ini dalam bentuk tumbuh-tumbuhan, pokok-pokok dan binatang, yang mewakilkan atau menggambarkan Iradat dan Ilmu Allah. 
Sebagaimana juga huruf-huruf yang tertulis, yang menggambarkan keinginan dan kemauan yang terbit dan terkandung dalam hati, dan bentuk itu dalam dalam otak penulis tadi.
Tidak ada orang yang tahu Hal Raja melainkan Raja itu sendiri. Allah telah memberi kita Raja dalam bentuk yang kecil yang memerintah kerajaan yang kecil. Dan ini adalah satu salinan kecil Diri (Zat)Nya dan KerajaanNya. Dalam kerajaan kecil pada manusia itu, Arash itu ialah Ruhnya; ketua segala Malaikat itu ialah hatinya, Kursi itu otaknya, Luh Mahfuz itu ruang khazanah khayalan atau pikirannya. Ruh itu tidak bertempat dan tidak bisa dibagikan dan ia memerintah tubuhnya sebagaimana Allah memerintah Alam Semester Raya ini. Pendeknya, tiap-tiap orang manusia itu diamanahkan dengan satu kerajaan kecil dan diperintahkan supaya jangan lengah dan lalai mengatur kerajaan itu. 
Berkenaan dengan mengenal ciptaan Allah Subhanahuwa Taala, ada banyak derajat pengetahuan. Ahli Ilmu Alam yang biasa adalah ibarat semut yang merangkak atas sekeping kertas dan memperhatikan huruf-huruf hitam terbentang di atas kertas itu dan merujukkan sebab kepada pena atau qalam itu saja. 
Ahli Ilmu Falak adalah ibarat semut yang luas sedikit pandangannya dan nampak jari-jari tangan yang menggerakkan pena itu, yaitu ia tahu bahwa unsur-unsur itu adalah daya bintang-bintang, tetapi dia tidak tahu bahwa bintang itu adalah di bawah kuasa Malaikat. 
Oleh karena berbeda-bedanya derajat pandangan manusia itu, maka tentulah timbul perbedaan hasil atau kesan. Mereka yang tidak memandang lebih jauh dari fenomena alam nyata ini adalah ibarat orang yang mengganggap hamba abdi yang paling rendah itu sebagai raja.
Walau bagaimanapun, adalah salah besar menganggap hamba itu tuannya. 
Karena ada perbedaan ini, maka pertengkaran akan terus terjadi. Ini adalah ibarat orang buta yang hendak mengenal gajah. Seseorang memegang kaki gajah itu lalu dikatakannya gajah itu seperti tiang. Seorang lain memegang gadingnya lalu katanya gajah itu seperti kayu bulat yang keras. Seorang lagi memegang telinganya lalu katanya gajah itu macam kipas.
Tiap-tiap seorang mengganggap bagian-bagian itu sebagai keseluruhan. Dengan itu, ahli ilmu alam dan ahli ilmu Falak menyanggah hukum-hukum yang mereka dapat dari ahli­ahli hukum. Kesalahan dan sangkaan seperti itu terjadi juga kepada Nabi Ibrahim seperti yang tersebut dalam Al-Quran, Nabi Ibrahim menghadap kepada bintang, bulan dan matahari untuk disembah. Lama kelamaan beliau sadar siapa yang menjadikan semua­benda-benda itu, lalu bisa berkata,
"Saya tidak suka kepada yang tenggelam." 
Kita selalu mendengar orang merujuk kepada sebab yang kedua bukan kepada sebab yang pertama dalam hal apa yang digelar sakit. Misalnya; jika seseorang itu tidak lagi cenderung kepada keduniaan, segala keindahan tidak lagi dipedulikannya, dan tidak peduli apa pun, maka dokter mengatakan, "Ini adalah penyakit gundah gulana, dan ia perlu obat ini A"
Ahli fisika akan berkata "Ini adalah kekeringan otak yang disebabkan oleh cuaca panas dan tidak dapat dilegakan kecuali udara menjadi lembab." 
Ahli nujum akan mengatakan bahwa itu adalah pengaruh bintang-bintang. 
"Hanya itulah kebijaksanaanya mereka" Kata Al-Quran, tidaklah mereka tahu bahwa sebenarnya apa yang terjadi ialah: Allah Subahana Wataala memberi kebajikan orang yang sakit itu dan dengan itu memerintahkan hamba-hambanya seperti bintang-bintang atau unsur-unsur, mengeluarkan keadaan seperti itu kepada orang itu agar ia berpaling dari dunia ini mengadap kepada Tuhan yang menjadikannya. 
Pengetahuan tentang hakikat ini adalah sebuah mutiara yang amat bernilai dari lautan ilmu yang berupa Ilham; dan ilmu-ilmu yang lain itu jika dibandingkan dengan Ilmu Ilham ini adalah ibarat pulau-pulau dalam lautan Ilmu Ilham itu. 
Dokter, Ahli Fisika dan Ahli Nujum itu memang betul dalam bidang ilmu mereka masing-masing. Tetapi mereka tidak tahu bahwa penyakit itu bisa dikatakan sebagai "Tali Cinta" , yang dengan tali itu Allah menarik AuliaNya kepadaNya. Berkenaan ini Allah ada berfirman yang bermaksud; 
"Aku sakit tetapi engkau tidak melawat Aku". 
Sakit itu sendiri adalah satu bentuk pengalaman yang dengannya manusia itu bisa mencapai pengetahuan tentang Allah sebagaimana firman Allah melalui mulut Rasul­rasulNya,
"Sakit itu sendiri adalah hambaKu dan disertakan kepada orang-orang pilihanKu".
Dengan ulasan-ulasan yang terdahulu, dapatlah kita meninjau lebih mendalam lagi maksud kata-kata yang selalu diucapkan oleh orang-orang yang beriman yaitu, 
"Maha Suci Allah" (SubhanAllah) "Puji-pujian Bagi Allah (Alhamdulillah)  "Tiada Tuhan Melainkan Allah (La ilaha illAllah) "Allah Maha Besar" (Allahu Akbar).
Berkenaan dengan "Allahu Akbar" itu bukanlah bermaksud Allah itu lebih besar (secara fisik) dari makhluk, karena makhluk itu adalah penampakan-Nya sebagaimana cahaya memperlihatkan matahari. Tidaklah bisa dikatakan matahari itu lebih besar daripada cahayanya. Ia bermaksud yaitu Kebesaran Allah itu tidak dapat diukur dan melampaui jangkauan kesadaran, dan kita hanya bisa membentuk gambaran yang tidak sempurna dan tidak nyata berkenaanNya.
Jika seorang anak-anak bertanya kepada kita untuk menerangkan enaknya mendapat pangkat yang tinggi, kita hanya dapat mengatakan seperti perasaan anak-anak itu tatkala sedang bermain bola, meskipun pada hakikat kedua-dua itu tidak ada persamaan langsung, kecuali hanya kedua-dua hal itu termasuk dalam jenis kesenangan. 
Oleh yang demikian, kata-kata "Allahu Akbar" itu berarti Kebesaran itu melampaui semua kuasa pengenalan dan pengetahuan kita. Tidak sempurna pengenalan kita berkenaan Allah itu, bukan dengan pikiran saja tetapi adalah disertai oleh ibadat dan pengabadian kita.
Apabila seorang itu mati, maka ia berhubungan dengan Allah saja. Jika kita hidup dengan orang lain, kebahagiaan kita bergantung kepada derajat kemesraan kita terhadap orang itu.
Cinta itu adalah benih kebahagiaan, dan Cinta kepada Allah itu dituju dan dibangun melalui ibadat. 
Ibadat dan sentiasa mengenang Allah itu memerlukan kita supaya bersikap sederhana dan mengekang kehendak-kehendak tubuh. Ini bukanlah berarti semua kehendak tubuh itu dihapuskan; karena itu akan menyebabkan punahnya manusia. Apa yang diperlukan ialah membatasi kehendak-kehendak tubuh itu. Oleh karena seseorang itu bukanlah Hakim yang paling bijak untuk mengadili dirinya sendiri tentang batas itu, maka ia lebih baik merundingi pemimpin-pemimpin keruhanian dalam hal ini, dan hukum-hukum yang mereka bawa melalui Wahyu Ilahi menentukan batas yang harus diperhatikan dalam hal ini.
…., Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang lalim. (Al-Baqarah; 229). 
Walaupun Al-Qur'an telah memberi keterangan yang nyata, masih ada juga orang yang melanggar batas karena kejahilan mereka tentang Allah dan kejahilan ini adalah karena beberapa sebab,
Pertama, ada golongan manusia yang terus mencari Allah melalui pikiran, lalu mereka membuat kesimpulan dengan mengatakan tidak ada Tuhan dan alam ini terjadi dengan sendirinya atau wujudnya tanpa permulaan. Mereka ini seperti orang yang melihat surat yang tertulis dengan indahnya, dan mereka mengatakan surat itu sedia tertulis tanpa penulis atau ada begitu saja.Orang yang seperti ini telah jauh tersesat dan tidak berguna berhujah dan bertengkar dengan mereka. Setengah daripada orang-orang seperti ini adalah Ahli Fizika dan Ahli Bintang yang telah kita sebutkan di atas tadi. 
Kedua, orang karena kejahilan tentang keadaan sebenarnya Ruh itu. Mereka menyangkal adanya hidup di Akhirat dan menyangkal manusia itu diadili di sana . Mereka anggap diri mereka itu satu taraf dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan dan akan hancur begitu saja. 
Ketiga, orang yang percaya dengan Allah dan Hari Akhirat, tetapi kepercayaan atau Iman mereka itu sangat lemah. Mereka berkata kepada diri mereka sendiri, 
Pikiran mereka ini seperti orang sakit yang disuruh makan obat, tetapi ia berkata,
"Apa untung atau ruginya dokter itu jika aku makan obat atau tidak makan obat?" . 
Memang tidak terjadi apa-apa kepada dokter itu tetapi orang itulah yang akan bertambah sakit karena bodohnya. Tubuh yang sakit berakhir dengan mati. Maka Ruh atau Jiwa yang sakit berakhir dengan kesusahan dan siksaan di akhirat nanti, seperti firman Allah Taala dalam Al-Qur'an yang bermaksud : 
"Hanya Dan barang siapa kafir maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami-lah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (Luqman-23) 
Keempat, ialah mereka yang berkata; 
"Hukum Syariat menyuruh kita jangan marah, jangan menurut nafsu, jangan bersikap munafik. Ini tidak mungkin karena sifat-sifat ini memang telah ada semula jadi pada kita. Lebih baik tuan suruh saya membuat yang hitam itu jadi putih". 
Mereka ini sebenarnya bodoh. Mereka jahil dengan hukum Syariat. Hukum Syariat tidak menyuruh manusia membuang sama sekali perasaan itu, tetapi hendaklah dikendalikan supaya tidak melanggar batas yang dibenarkan. Supaya terhindar dari dosa besar, dan kita bisa memohon keampunan terhadap dosa-dosa kita yang kecil. Sedangkan Rasulullah ada bersabda,
"Saya ini manusia juga seperti kamu, dan marah juga seperti orang lain". 
Firman Allah dalam Al-Qur'an: 
Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Al-Imran:146) 
Ini berarti bukan mereka yang tidak ada perasaan marah. 
Kelima, ialah mereka yang menekankan Kemurahan Tuhan saja tetapi menepikan KeadilanNya, lalu mereka berkata kepada diri mereka sendiri, 
"Kami buat apa saja karena Allah itu Maha Pemurah dan Maha Penyayang". 
Mereka tidak ingat meskipun Allah itu Pengasih dan Penyayang, namun beribu-ribu manusia mati kelaparan dan karena penyakit. Meraka tahu, barang siapa hendak hidup atau hendak kaya, atau hendak belajar, mestilah jangan hanya berkata, "Allah itu Kasih Sayang". tetapi perlulah ia berusaha sungguh-sungguh. Meskipun ada firman Allah dalam Al-Qur'an : 
Dan tidak ada suatu mahluk pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam mahluk itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lohmahfuz). (Hud:06) 
tetapi hendaklah juga ingat Allah juga berfirman : 
Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha. (Furqon:47)
Sebenarnya mereka yang berpendapat di atas itu adalah dipengaruhi oleh Syaitan dan mereka berkata di mulut saja, bukan di hati. 
Keenam, pula menganggap mereka telah sampai ke taraf kesucian dan tidak berdosa lagi. Tetapi kalau anda layani mereka dengan kasar dan tidak hormat, anda akan dengar mereka marah dan bertahun-tahun mencela anda. Dan jika anda ambil makanan sesuap saja yang patut, seluruh alam ini kelihatan gelap dan sempit pada perasaan mereka. Kalau pun mereka itu telah dapat menakluki hawa nafsu mereka, mereka tidak berhak menganggap dan mengatakan diri mereka itu tidak berdosa lagi, karena Nabi Muhammad SAW. sendiri, manusia yang paling tinggi darajatnya, sentiasa mengaku salah dan memohon ampun kepada Allah. Setengah daripada Rasul-rasul itu sangat takut berbuat dosa sehingga pada hal- hal yang halal pun mereka menghidarkan diri .  Diriwayatkan, suatu hari Nabi Muhammad SAW. telah diberi sebiji Tamar. Beliau enggan memakannya kerena beliau tidak pasti Tamar itu didapati secara halal atau tidak. Tetapi mereka menelan arak berbotol-botol banyaknya dan berkata mereka lebih mulia daripada Nabi. (Saya gemetar semasa menulis ini) . Pada hal sebutir Tamar pun tidak disentuh oleh Nabi jika belum pasti sama ada halal atau tidak. Sesungguhnya mereka telah diseret dan disesatkan oleh Iblis. 
Aulia Allah yang sebenarnya mengetahui bahwa orang yang tidak menundukkan hawa nafsunya tidak patut dipanggil "orang" dan orang Islam yang sebenarnya ialah mereka yang dengan rela hati, tidak mahu melanggar Syariat. 
Mereka yang melanggar Syariat adalah sebenarnya dipengaruhi oleh Syaitan dan mereka ini sepatutnya bukan dinasihati dengan pena, tetapi adalah sewajarnya dengan pedang. 
Sufi-sufi yang palsu ini kadang-kadang berpura-pura tenggelam dalam lautan keheranan atau tidak sadar, tetapi jika anda tanya mereka apakah yang mereka heirankan itu, mereka tidak tahu. Sepatutnya mereka disuruh menungkan keheranan sebanyak-banyak yang mereka suka, tetapi di samping itu hendaklah ingat bahwa Allah Subhanahuwa Taala itu adalah Pencipta mereka dan mereka itu adalah hamba Allah saja. 

ANAK KUNCI UNTUK MENGENAL ALLAH
Mengenal diri itu adalah "Anak Kunci" untuk Mengenal Allah.  Hadis ada mengatakan : 
MAN 'ARAFA NAFSAHU FAQAD 'ARAFA RABBAHU 
(Siapa yang kenal kenal dirinya akan Mengenal Allah)
 Firman Allah Taala : 
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur'an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. 41:53) 
Tidak ada hal yang melebihi diri sendiri.  Jika anda tidak kenal diri sendiri, bagaimana anda hendak tahu hal-hal yang lain? Yang dimaksudkan dengan Mengenal Diri itu bukanlah mengenal bentuk lahir anda, tubuh, muka, kaki, tangan dan lain-lain anggota anda itu. karena mengenal semua hal itu tidak akan membawa kita mengenal Allah.  Dan bukan pula mengenal perilaku dalam diri anda yaitu bila anda lapar anda makan,  bila dahaga anda minum,  bila marah anda memukul dan sebagainya.  Jika anda bermaksud demikian,  maka binatang itu sama juga dengan anda.  Yang dimaksudkan sebenarnya mengenal diri itu ialah: 
Apakah yang ada dalam diri anda itu?
Dari mana anda datang? Kemana anda pergi? Apakah tujuan anda berada dalam dunia fana ini? Apakah sebenarnya bagian dan apakah sebenarnya derita?
Sebagian daripada sifat-sifat anda adalah bercorak kebinatangan.  Sebagian pula bersifat Iblis dan sebagian pula bersifat Malaikat. Anda hendaklah tahu sifat yang mana perlu ada, dan yang tidak perlu. Jika anda tidak tahu,  maka tidaklah anda tahu di mana letaknya kebahagiaan anda itu.
Kerja binatang ialah makan,  tidur dan berkelahi.  Jika anda hendak jadi binatang,  buatlah itu saja. Iblis dan syaitan itu sibuk hendak menyesatkan manusia,  pandai menipu dan berpura-pura. Kalau anda hendak menurut mereka itu,  lakukan sebagaimana kerja­kerja mereka itu.  Malaikat sibuk dengan memikir dan memandang Keindahan Ilahi.  Mereka bebas dari sifat-sifat kebinatangan.  
Jika anda ingin bersifat dengan sifat KeMalaikatan,  maka berusahalah menuju asal anda itu agar dapat anda mengenali dan menuju pada Allah Yang Maha Tinggi dan bebas dari belenggu hawa nafsu. Sebaiknya hendaklah anda tahu kenapa anda dilengkapi dengan sifat-sifat kebintangan itu.
Adakah sifat-sifat kebinatangan itu akan menaklukkan anda atau adakah anda menakluki mereka?.  Dan dalam perjalanan anda ke atas martabat yang tinggi itu,  anda akan gunakan mereka sebagai tunggangan dan sebagai senjata. 
Langkah pertama untuk mengenal diri ialah mengenal bahwa anda itu terdiri dari bentuk yang zhohir, yaitu tubuh ; dan hal yang batin yaitu hati atau Ruh .  Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu bukanlah daging yang terletak dalam sebelah kiri tubuh.   
Yang dimaksudkan dengan "HATI" itu ialah satu hal yang dapat menggunakan semua kekuatan, yang lain itu hanyalah sebagai alat dan kaki tangannya saja.  Pada hakikat hati itu bukan termasuk dalam bidang Alam Nyata(Alam Ijsam) tetapi adalah termasuk dalam Alam Ghaib.  Ia datang ke Alam Nyata ini ibarat pengembara yang melawat negeri asing untuk tujuan berniaga dan akhirnya kembali akan kembali juga ke negeri asalnya.  Mengenal hal seperti inilah dan sifat-sifat itulah yang menjadi "Anak Kunci" untuk mengenal Allah. 
Sedikit ide tentang hakikat Hati atau Ruh ini bolehlah didapati dengan memejamkan mata dan melupakan segala hal yang lain kecuali diri sendiri.  Dengan cara ini,  dia akan dapat melihat tabiat atau keadaan "diri yang tidak terbatas itu". Meninjau lebih dalam tentang Ruh itu adalah dilarang oleh hukum.  Dalam Al-Quran ada diterang, 
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (Bani Israil:85) 
Demikianlah sepanjang yang diketahui tentang Ruh itu dan ia adalah mutiara yang tidak bisa dibagi-bagi atau dipecah-pecahkan dan ia termasuk dalam "Alam Amar/perintah".  Ia bukanlah tanpa permulaan.  Ia ada permulaan dan diciptakan oleh Allah.  Pengetahuan falsafah yang tepat mengenai Ruh ini bukanlah permulaan yang harus ada dalam perjalanan Agama,  tetapi adalah hasil dari disiplin diri dan berpegang teguh dalam jalan itu, seperti tersebut di dalam Al-Quran : 
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Al-Ankabut:69) 
Untuk menjalankan perjuangan Keruhanian ini,  bagi upaya pengenalan kepada diri dan Tuhan, maka 
                      Tubuh itu bolehlah diibaratkan sebagai sebuah Kerajaan, 
                      Ruh itu ibarat Raja.
                      Pelbagai indera (senses) dan daya (fakulti) itu ibarat satu pasukan tentara. 
                      Aqal itu bisa diibaratkan sebagai Perdana Menteri. 
                      Perasaan itu ibarat Pemungut pajak,  perasaan itu terus ingin  merampas dan merampok. 
                      Marah itu ibarat Pegawai Polisi, 
                      marah sentiasa cenderung kepada kekasaran dan kekerasan. 

Perasaan dan marah  ini perlu ditundukkan di bawah perintah Raja.  Bukan dibunuh atau dimusnahkan karena mereka ada tugas yang perlu mereka jalankan, tetapi jika perasaan dan marah menguasai Aqal,  maka tentulah Ruh akan hancur. 
Ruh yang membiarkan kekuatan bawah menguasai kekuatan atas adalah ibarat orang orang yang menyerahkan malaikat kepada kekuasaan Anjing atau menyerahkan seorang Muslim ke tangan orang Kafir yang zalim.  Orang yang menumbuh dan memelihara sifat­sifat iblis atau binatang atau Malaikat akan menghasilkan ciri-ciri atau watak yang sepadan dengannya yaitu iblis atau binatang atau Malaikat itu. Dan semua sifat-sifat atau ciri-ciri ini akan nampak dengan bentuk-bentuk yang jelas di Hari Pengadilan. 
                      Orang yang menurut hawa nafsu nampak seperti babi,
                      Orang yang garang dan ganas seperti anjing dan serigala, 
                      Orang yang suci seperti Malaikat.

Tujuan disiplin akhlak (moral) ialah untuk membersihkan Hati dari karat-karat hawa nafsu dan amarah,  sehingga ia jadi seperti cermin yang bersih yang akan memantulkan Cahaya Allah Subhanahuwa Taala.
Mungkin ada orang bertanya,
"Jika seorang itu telah dijadikan dengan mempunyai sifat-sifat binatang,  Iblis dan juga Malaikat, bagaimanakah kita hendak tahu yang sifat-sifat Malaikat itu adalah sifatnya yang hakiki dan yang lain-lain itu hanya sementara dan bukan sengaja?" 
Jawabannya ialah mutiara atau inti sesuatu makhluk itu ialah dalam sifat-sifat yang paling tinggi yang ada padanya dan khusus baginya. Misalnya keledai dan kuda adalah dua jenis binatang pembawa barang-barang,  tetapi kuda itu dianggap lebih tinggi darjatnya dari keledai karena kuda itu digunakan untuk peperangan.  Jika ia tidak boleh digunakan dalam peperangan,  maka turunlah ke bawah derajatnya kepada derajat binatang pembawa barang-barang. saja. 
Begitu juga dengan manusia;  daya yang paling tinggi padanya ialah ia bisa berfikir yaitu Aqal. Dengan pikiran itu dia bisa memikirkan hal-hal Ketuhanan.  Jika daya berfikir ini yang meliputi dirinya,  maka bila ia mati (bercerai nyawa dari tubuh) ,  ia akan meninggalkan di belakang semua kecenderungan pada hawa nafsu dan marah,  dan layak duduk bersama dengan Malaikat.  Jika berkenaan dengan sifat-sifat Kebinatangan,  maka manusia itu lebih rendah tarafnya dari binatang,  tetapi Aqal menjadikan manusia itu lebih tinggi tarafnya, karena Al-Quran ada menerangkan bahwa, 
Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (Luqman:20)  Jika sifat-sifat yang rendah itu menguasai manusia,  maka setelah mati,  ia akan memandang terhadap keduniaan dan merindukan  keindahan di dunia saja.
Ruh manusia yang berakal itu penuh dengan kekuasaan dan pengetahuan yang sangat menakjubkan. 
Dengan Ruh Yang Berakal itu manusia dapat menguasai segala cabang ilmu dan Sains.
Dapat mengembara dari bumi ke langit dan balik semula ke bumi dalam sekejap mata. 
Dapat memetakan langit dan mengukur jarak antara bintang-bintang. 
Dengan Ruh itu juga manusia dapat menangkap ikan ikan dari laut dan burung-burung dari udara.
Menundukkan binatang-binatang untuk tunduk kepadanya seperti gajah,  unta dan kuda.
Lima indera (pancaindera) manusia itu adalah ibarat lima buah pintu terbuka menghadap ke Alam Nyata (Alam Syahadah) ini.  
Lebih ajaib dari itu lagi ialah  Hati. Hatinya itu adalah sebuah pintu yang terbuka menghadap ke Alam Arwah (Ruh-ruh) yang ghaib.   
Dalam keadaan tidur,  apabila pintu-pintu dunia tertutup,  pintu Hati ini terbuka dan manusia menerima berita atau kesan-kesan dari Alam Ghaib dan kadang-kadang membayangkan hal-hal yang akan datang.  Maka hatinya adalah ibarat cermin yang memantulkan (bayangan) apa yang tergambar di Luh Mahfuz.  Tetapi meskipun dalam tidur, pikiran tentang hal-hal keduniaan akan menggelapkan cermin ini.  maka gambaran yang diterimanya tidaklah terang.  Setelah lepasnya nyawa dengan tubuh (mati),  Pikiran­pikiran tersebut hilang sirna dan segala sesuatu terlihatlah dalam keadaan yang sebenarnya.
Firman Allah dalam Al-Quran : 
Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam. (Qaaf:22). 

MEMANDANG ALLAH
Cinta kepada Allah ini adalah hal yang paling tinggi sekali dan itulah tujuan kita yang terakhir. Kita telah berbicara berkenaan bahaya kerohanian yang akan menghalangi cinta kepada Allah dalam hati manusia,  dan kita telah berbicara berkenaan berbagai sifat-sifat yang baik sebagai keperluan asas menuju Cinta Allah itu. 
Kesempurnaan manusia itu terletak dalam Cinta kepada Allah ini.  Cinta kepada Allah ini hendaklah menakluki dan menguasai hati manusia itu seluruhnya.  Kalau pun tidak dapat seluruhnya, maka sekurang-kurangnya hati itu hendaklah cinta kepada Allah melebihi cinta kepada yang lain.
Sebenarnya mengetahui Cinta Ilahi ini bukanlah satu hal yang senang sehingga ada satu golongan orang bijak pandai agama yang langsung menafikan cinta kepada Allah atau Cinta Ilahi itu. Mereka tidak percaya manusia boleh mencintai Allah Subhanahuwa Taala karena Allah itu bukanlah sejenis dengan manusia.  Kata mereka;  maksud Cinta Ilahi itu adalah semata-mata tunduk dan patuh kepada Allah saja. 
Sebenarnya mereka yang berpendapat demikian itu adalah orang yang tidak tahu apakah hakikatnya agama itu. 
Semua orang Islam setuju bahwa cinta kepada Allah (cinta Allah) itu adalah satu tugas.  Allah ada berfirman berkenaan dengan orang-orang mukmin; 
" Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. ". (Al Maidah:54)
Nabi pernah bersabda;
"Belum sempurna iman seseorang itu hingga ia Mencintai Allah dan Rasulnya lebih daripada yang lain".
Apabila malaikat maut datang hendak mengambil nyawa Nabi Ibrahim,
Nabi Ibrahim berkata,
"Pernahkah engkau melihat sahabat mengambil nyawa sahabat?"
Allah berfirman,  
"Pernahkah engkau melihat sahabat tidak mau melihat sahabatnya?"  
Kemudian Nabi Ibrahim berkata,  "Wahai Izrail!  Ambillah nyawaku!" 
Doa ini diajar oleh Nabi kepada sahabatnya;
"Ya Allah, kurniakanlah kepada ku Cinta terhadap Mu dan Cinta kepada mereka yang Mencintai mu,  dan apa saja yang membawa aku hampir kepada CintaMu,  dan jadikanlah CintaMu itu lebih berharga kepadaku dari air sejuk kepada orang yang dahaga."
Hasan Basri berkata;
"Orang yang kenal Allah akan Mencintai Allah,  dan orang yang mengenal dunia akan benci kepada dunia itu".
Sekarang marilah kita membicarkan pula berkenaan dengan keadaan cinta itu.  Bolehlah ditafsirkan bahwa cinta itu adalah kecenderungan kepada sesuatu yang indah atau nyaman.  Ini nyata sekali pada dari yang lima (pancaindera) yaiitu tiap-tiap satunya mencintai apa yang memberi keindahan atau kepuasan kepadanya.  Mata cinta kepada bentuk-bentuk yang indah. Telinga cinta kepada bunyi-bunyinya yang merdu,  dan sebagainya.  Inilah jenis cinta yang kita miliki dan binatang pun memilikinya. 
Tetapi ada dari yang keenam atau keupayaan pandangan yang terletak dalam hati,  dan ini tidak ada pada binatang. Dengan melalui inilah kita mengenal keindahan dan keagungan keruhanian. Oleh karena itu,  mereka yang terpengaruh dengan kehendak­kehendak jasmaniah dan kedunian saja tidak dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh Nabi apabila baginda berkata bahwa baginda cinta kepada sembahyang melebihi dari cintanya kepada perempuan dan bau harum wangi,  meskipun perempuan dan wangi­wanginya itu disukai juga oleh baginda. Tetapi siapa yang mata batinnya terbuka untuk   melihat keindahan dan kesempurnaan Ilahi akan memandang rendah kepada semua hal­hal yang zhohir walau bagaimanapun cantiknya sekalipun. 
Orang yang memandang zhohir saja akan berkata bahwa kecantikan itu terletak pada warna kulit yang putih dan merah,  kaki dan tangan yang eloknya dan sebagainya lagi,  tetapi orang ini buta kepada kecantikan akhlak,  seperti apa yang dikatakan orang bahwa seseorang itu mempunyai sifat-sifat akhlak yang "indah".  Tetapi bagi mereka yang mempunyai pandangan batin dapat mencintai orang-orang besar yang telah kembali kealam baka,  seperti Khalifah Umar dan Abu Bakar misalnya,  karena kedua-dua orang besar ini mempunyai sifat-sifat yang agung dan mulia,  meskipun tubuh mereka telah hancur menjadi tanah.  Cinta seperti ini bukan memandang kepada sifat-sifat zhohir saja,  tetapi memandang kepada sifat-sifat batin.  Bahkan apabila kita hendak menimbulkan cinta dalam hati kanak-kanak terhadap seseorang,  maka kita tidak memperihalkan keindahan bentuk zhohirnya, dan lain-lain, tetapi kita perihalkan keindahan-keindahan batinnya.
Apabila kita gunakan prinsip ini terhadap cinta kepada Allah,  maka kita akan dapati bahwa Dia sajalah sepatutnya kita Cinta. Mereka yang tidak mencintai Allah itu ialah
karena mereka tidak mengenal Allah itu.  Apa saja yang kita cinta kepada seseorang itu,  kita cintai karena itu adalah bayangan Allah.  Karena inilah kita cinta kepada Muhammad Saw karena baginda adalah Rasul dan kekasih Allah,  dan cinta kepada orang-orang alim dan orang-orang auliya itu adalah sebenarnya cinta kepada Allah.  Kita akan lihat ini lebih jelas jika kita perhatikan apakah sebab-sebabnya yang menyemarakkan cinta. 
Sebab pertama ialah, bahwa seseorang itu cinta kepada dirinya sendiri dan menyempurnakan keadaannya sendiri.  Ini membawanya secara langsung menuju Cinta kepada Allah, karena wujudnya dan sifatnya manusia itu adalah semata-mata Kurniaan Allah saja. Jika tidaklah karena kehendak Allah Subhanahuwa Taala dan KemurahanNya,  manusia tidak akan zhohir ke alam nyata itu.  Kejadian manusia itu dan pencapaian menuju kesempurnaan adalah juga dengan kurnia Allah semata.  Sungguh aneh jika seseorang itu berlindung ke bawah pohon dari sinar matahari tetapi tidak berterima kasih kepada pohon itu. 
Begitu jugalah jika tidaklah karena Allah, manusia tidak akan wujud dan tidak akan ada mempunyai sifat-sifat langsung.  Oleh karena itu,  kenapa manusia itu tidak Cinta kepada Allah?   Jika tidak cinta kepada Allah berarti ia tidak mengenalNya.  Tanpa mengenalNya orang tidak akan Cinta kepadaNya,  karena Cinta itu timbul dari pengenalan . Orang yang bodoh saja yang tidak mengenal. 
Sebab yang kedua ialah, bahwa manusia itu cinta kepada orang yang menolong dan memberi kurnia kepada dirinya.  Pada hakikatnya yang memberi pertolongan dan kurnia itu hanya Allah saja. Sebenarnya apa saja pertolongan dan kurnia dari makhluk atau hamba itu adalah dorongan dari Allah Subhanahuwaa Taala juga.  Apa saja niat hati untuk membuat kebaikan kepada orang lain,  sama ada keinginan untuk maju dalam bidang agama atau untuk mendapatkan nama yang baik,  maka Allah itulah pendorong yang menimbulkan niat,  keinginan dan usaha untuk mencapai apa yang dicinta itu. 
Sebab yang ketiga ialah cinta yang ditimbulkan dengan cara renungan atau tafakur tentang Sifat-sifat Allah,  Kuasa dan KebijaksanaanNya.  
Dan bermula Kekuasaan dan kebijaksanaan manusia itu adalah bayangan yang amat kecil dari Kekuasaan dan Kebijaksanaan Allah Subhanahuwa Taala juga.  
Cinta ini adalah seperti cinta yang kita rasakan terhadap orang-orang besar di zaman dulu, misalnya Imam Malik dan Imam Syafie meskipun kita tidak akan menyangka menerima sebarang faedah pribadi dari mereka itu,  dan dengan itu adalah jenis yang tidak mencari untung.  
Allah berfirman kepada Nabi Daud,   
"Hamba yang paling aku Cintai ialah mereka yang mencari Aku bukan karena takut hukumKu atau hendakkan KurniaanKu,  tetapi adalah semata-mata karena Aku ini Tuhan."
Dalam kitab Zabur ada tertulis, 
"Siapakah yang lebih melanggar batas daripada orang yang menyembahKu karena takutkan Neraka atau berkehendakkan Syurga? Jika tidak aku jadikan Surga dan Neraka itu tidakkah Aku ini patut disembah?" 
Sebab yang keempat berhubungan dengan cinta ini ialah karena keterikat yang erat antara manusia dan Tuhannya,  yang maksudkan oleh Nabi dalam sabdanya : 
"Sesungguhnya Allah jadikan manusia menurut bayanganNya" 
Selanjutnya Allah berfirman; 
"HambaKu mencari kehampiran denganKu,  supaya Aku jadikan dia kawanKu,  dan bila Aku jadikan ia kawanku, jadilah Aku telinganya,  matanya dan lidahnya". 
Allah berfirman juga kepada Nabi Musa; 
"Aku sakit, engkau tidak mengungjungiKu."  Nabi Musa menjawab,  "Aahai Tuhan, Engkau itu Tuhan langit dan bumi,  bagaimana engkau boleh sakit?"  Allah menjawab,  "Seorang hambaKu sakit, kalau engkau mengunjungi dia,  maka engkau mengunjungi Aku."
Ini adalah satu hal yang agak bahaya hendaklah dikaji lebih dalam karena ia tidak terjangkau oleh pengetahuan orang awam,  bahkan yang bijak pandai pun mungkin tumbang dalam perjalanan hal ini,  lalu menganggap ada penzhohiran atau penjelmaan Tuhan dalam manusia.  Tambahan pula hal kemiripan hamba dengan Tuhan ini dibantah oleh Alim Ulama' yang tersebut diatas dulu karena mereka berpendapat bahwa manusia itu tidak dapat mencintai Allah oleh sebab Allah bukan sejenis manusia.  Walau pun berapa jauh jaraknya antara mereka,  namun manusia boleh mencintai Allah karena yang kemiripan itu ada ditunjukkan oleh sabda Nabi : 
"Allah jadikan manusia menurut rupanya." 
Dan kataku pula (suluk), untuk mendapat dan menjejaki maksud sabda Nabi yang penuh dan melimpah dengan lautan hikmah zhohir dan batin ini,  perlulah diambil pengajaran dari kalangan ulama yang muqarrabin yang arifbiLlah dari kalangan Aulia Allah yang apabila berbicara, hanya akan mengungkapkan sesuatu yang didatangi dari Alam Tinggi,
  bukan beralaskan sesuatu kepentingan atau pengaruh hawa nafsunya.  Ilmu mereka adalah pencampakkan Ilham dari Allah Taala yang didapati terus dari Allah sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Imam Ghazali dalam karyanya Al-Risalutul lil Duniyyah sebagaimana berikut; 
Ilham adalah kesan Wahyu. Wahyu adalah penerangan Urusan Ghoibi manakala Ilham ialah pemaparannya. Ilmu yang didapati menerusi Ilham dinamakan Ilmu Laduni. 
Ilmu Laduni ialah ilmu yang tidak ada perantaraan dalam mendapatkannya di antara jiwa dan Allah Taala. Ia adalah seperti cahaya yang datang dari lampu Qhaib jatuh ke atas Qalbu yang bersih, kosong lagi halus (Lathif).
Semua orang Islam percaya bahwa memandang Allah itu adalah puncak segala kebahagiaan karena ada tercatat dalam hukum.  Tetapi bagi kebanyakan orang,  ini adalah berbicara di mulut saja yang tidak menimbulkan rasa dalam hati.  Sebenarnyalah begitu karena bagaimana orang dapat menyintai sesuatu jika ia tidak tahu dan tidak kenal?  Kita akan coba menunjukkan secara ringkas bagaimana memandang Allah itu puncak segala kebahagiaan yang bisa dicapai oleh manusia. 
Pertama ,  tiap-tiap bakat atau anggota manusia itu ada tugas-tugasnya masing-masing dan ia merasa tertarik dan suka menjalankan tugas itu.  Ini serupa saja sejak dari kehendak tubuh yang paling rendah hinggalah kepada pengetahuan akal yang paling tinggi. Usaha mental (otak) yang paling rendah pun mendatangkan ketertarikan yang lebih dari hanya memuaskan kehendak tubuh saja.  Kadang-kadang seseorang yang khusuk bermain catur tidak mau makan meskipun ia berkali-kali dipanggil untuk makan. 
Makin tinggi hal pengetahuan kita itu,  maka makin bertambah menarik dan sukalah kita mengusahakan hal itu.  Misalnya kita lebih berminat untuk mengetahui rahasia Sultan dan rahasia menteri.  Dengan demikian,  oleh karena Allah itu adalah objek atau hal pengetahuan yang paling tinggi,  maka mengenal atau mengetahui Allah itu mestilah memberi kebahagiaan dan kelezatan lebih daripada yang lain-lain.  Orang yang mengetahui dan mengenal Allah walaupun dalam dunia ini.  seolah-olah di dalam syurga, buah-buahan bebas untuk dipetik, dalam lebarnya tidak disempitkan oleh penghuninya yang ramai itu.  Firman Allah SWT : 
" Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa " (Al Imran:133) 
Tetapi kenikmatan ilmu atau pengetahuan masih tidak menyamai atau menyerupai kenikmatan pandangan sebagaimana ketertarikan kita dalam memikirkan mereka yang bercinta adalah lebih rendah daripada ketertarikan yang diberi oleh memandangnya dengan benar.
Terpenjaranya kita dalam tubuh kita dari tanah dan air dan terbelenggu kita dalam hal-hal indera (pancaindera) menjadikan hijab yang melindungi kita daripada memandang Allah , meskipun tidak menghalang pencapaian kita kepada mengetahui dan mengenalNya.  karena inilah Allah berfirman kepada Nabi Musa di Gunung Sinai, 
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman". (Al Araaf:143)
Hakikat hal ini adalah sebagaimana benih manusia itu menjadi manusia,  dan biji tamar menjadi pohon tamar,  begitu jugalah mengenal Allah yang diperoleh di dunia ini akan bertukar menjadi "Memandang Allah" di akhirat kelak,  dan mereka yang tidak mempelajari pengetahuan itu tidak akan mendapat pandangan itu.  Pandangan ini tidak akan dibagi-bagikan sama rata kepada mereka yang tahu tetapi "konsep pemahaman" mereka tentangnya akan berbeda-beda sebagaimana ilmu mereka. 
Allah itu Satu tetapi ia kelihatan dengan berbagai-bagai cara,  sebagaimana satu benda itu terbayang dalam berbagai cara dalam berbagai cermin.  Ada yang lurus, ada yang bengkok, ada yang terang dan ada yang gelap.  Sesuatu cermin itu mungkin terlalu bengkok dan ini menjadikan bentuk-bentuk yang cantik kelihatan buruk dalam cermin itu. Seseorang manusia itu mungkin membawa ke akhirat hati yang gelap dan bengkok,  dan dengan itu pandangan yang menjadi puncak kedamaian dan kebahagiaan kepada orang lain, akan menjadi sumber kesengsaraan dan kedukaan kepadanya. 
Orang yang Menyintai Allah sepenuh hati dan Cintanya kepada Allah melebihi Cintanya kepada yang lain akan memperolehi lebih banyak kebahagiaan daripada pandangan melebihi daripada mereka yang dalam hatinya tidak ada pandangan ini.  
Umpama dua orang yang kekuatan matanya sama saja memandang kepada wajah yang cantik.
Orang yang telah ada cintanya kepada orang yang memiliki wajah itu akan merasa tertarik dan bahagia memandang wajah itu melebihi dari orang yang tidak ada cintanya kepada orang yang mempunyai wajah itu.  
Untuk kebahagiaan yang sempurna,  ilmu saja tidak tidaklah cukup.  Hendaklah disertakan dengan Cinta. Cinta kepada Allah itu tidak akan tercapai selagi hati itu tidak dibersihkan daripada cinta kepada dunia.  Pembersihan ini dapat dilakukan dengan menahan diri dari hawa nafsu yang rendah dan bersikap zuhud. 
Semasa dalam dunia ini,  keadaan seseorang itu terhadap "Memandang Allah" adalah ibarat orang yang cinta yang melihat muka orang yang yang dicintai dalam waktu senja kala dan pakaiannya penuh dengan penyengat dan kalajengking yang senatiasa menggigitnya.   Tetapi sekiranya matahari terbit dan menunjukkan muka yang dicintai dengan segala keindahannya, dan penyengat serta kala itu telah pergi darinya,  maka kebahagiaan orang yang cinta itu adalah seperti hamba Allah yang terlepas dari gelap senja dan azab cobaan di dunia ini, lalu melihat dia tanpa hijab lagi . 
Abu Sulaiman berkata;
"Siapa yang sibuk dengan dirinya sendiri saja di dunia ini,  akan sibuk juga dengan dirinya di akhirat kelak, dan siapa yang sibuk dengan Allah di dunia ini akan sibuk juga dengan Allah di akhirat kelak".
Yahya bin Mu'adz menceritakan; 
"Saya lihat Abu Yazid Bustomin sembahyang sepanjang malam. apabila beliau telah habis sembahyang,  beliau berdoa dan berkata :
"Oh Tuhan!!! Setengah dari hambaMu meminta padaMu kuasa untuk membuat sesuatu yang luar biasa (karamat) seperti berjalan di atas air,  terbang di udara,  tetapi aku tidak meminta itu;  ada pula yang meminta harta karun,  tetapi aku tidak meminta itu,  
kemudian ia memalingkan mukanya dan setelah dilihatnya saya,  ia berkata; "Kamu di situ Yahya?" Saya menjawab;  "Ya!" Beliau bertanya lagi;  "Sejak kapan?" Saya menjawab;  "Telah lama saya di sini"  Kemudian saya bertanya dan beliau menceritakan kepada saya setengah daripada pengalaman keruhaniannya. 
"Saya akan menceritakan"  Jawab beliau. "Apa yang boleh saya ceritakan kepadamu,  Allah Subhahahuwa Taala menunjukkan aku kerajaanNya dari yang paling tinggi hingga ke paling rendah. DiangkatNya saya melampaui Arash dan Kursi dan tujuh petala langitnya, kemudian Ia (Allah) berkata;  "Pintalah kepadaKu apa saja yang engkau kehendaki".
Saya menjawab; "Ya Allah!!! tidak akan saya minta apa pun melainkan Engkau". 
JawabNya (Allah) : "Sesungguhnya engkau hambaKu yang sebenar benarnya". 
Pada suatu ketika pula Abu Yazid berkata: 
"Sekiranya Allah mengkaruniakan engkau kemiripan denganNya seperti Ibrahim, kekuasaan Sholat Musa,  keruhanian 'Isa,  namun wajahmu hadapkanlah kepada Dia saja karena ia ada harta yang melampaui segala-galanya itu" 
Suatu hari seorang sahabatnya berkata kepada beliau;  "Selama tiga puluh tahun saya puasa di siang hari dan sembahyang di malam hari tetapi saya tidak dapati kenikmatan keruhanian yang engkau katakan itu".
Abu Yazid menjawab;  "Jika engkau puasa dan sembahyang selama tiga ratus tahun pun,  engkau tidak akan mendapatkannya". 
Sahabatnya berkata; "Bagaimanakah itu?"
Kata Abu Yazid; "obatnya ada tetapi engkau tidak akan sanggup menelannya obat itu".  Tetapi oleh karena sahabatnya itu bersungguh-sungguh benar meminta supaya diceritakan, Abu Yazid pun berkata;
"Pergilah kepada tukang gunting dan cukurlah janggutmu itu;  buanglah pakaianmu itu kecuali seluar dalam saja.  Ambil satu kampit penuh yang berisi "Siapa yang mau menempeleng kuduk leherku dia akan mendapat buah ini"  Kemudian dalam keadaan ini pergilah kepada Kadi dan ahli syariat dan berkata;  "Berkatilah Ruhku".
Kata sahabatnya; "Tidak sanggup saya berbuat demikian,  berilah saya cara yang lain".
Abu Yazid pun berkata; "Inilah saja caranya,  tetapi seperti yang telah saya katakan kamu ini tidak dapat diobat lagi". 
Sebab Abu Yazid berkata demikian kepada orang itu ialah karena orang itu sebenarnya pencari pangkat dan kedudukan. Bercita-cita hendak pangkat dan kedudukan seperti bersikap sombong dan bangga adalah penyakit yang hanya dapat diobat dengan cara yang demikian itu. 
Allah berfirman : 
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kami lah penolong-penolong agama Allah", lalu segolongan dari Bani Israel beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Ash Shaff:14) 
Apabila orang bertanya kepada Nabi 'Isa;  "Apakah kerja yang paling tinggi sekali derajatnya?" Beliau menjawab;  "Mencintai Allah dan tunduk kepadaNya". 
Suatu ketika orang bertanya kepada Wali Allah bernama Rabi'atul Adawiyah sama ada beliau cinta kepada Nabi Muhammad SAW.  Beliau menjawab; " Cinta kepada Allah menghalang aku cinta kepada makhluk". 
Ibrahim bin Adham dalam doanya berkata;  "Ya Allah!  pada mataku syurga itu sendiri lebih kecil dari unggas jika dibandingkan dengan Cintaku terhadapMu dan kenikmatan mengingatiMu  yang Engkau telah kurniakan kepadaku".
Siapa yang menganggap ada kemungkinan menikmati kebahagiaan di akhirat tanpa mencintai Allah adalah orang yang telah jauh sesat anggapannya,  karena segala-galanya di akhirat itu adalah kembali kepada Allah dan Allah itulah alamat yang dituju dan dicapai setelah melalui halangan yang tidak terhingga banyaknya.  Nikmat memandang Allah itu adalah kebahagiaan.
Jika seseorang itu tidak suka kepada Allah di sini,  maka di sana pun ia tidak suka juga kepada Allah. Jika sedikit saja sukanya kepada Allah di sini,  maka sedikit jugalah sukanya kepada Allah di sana . Pendeknya,  kebahagiaan kita di akhirat adalah tergantung pada kadar Cintanya kita kepada Allah di dunia ini. 
Sebaliknya jika dalam hati manusia itu ada tumbuh cinta kepada  apa saja yang berlawanan dengan Allah, maka keadaan hidup di akhirat sana akan berlainan dan ganjil sekali kepadanya dan dengan ini apa saja yang mendatangkan kebahagiaan kepada orang lain, akan mendatangkan 'azab sengsara kepadanya.  Mudah-mudahan Allah lindungi kita dari terjadi sedemikian itu. 
Ini bolehlah kita gambarkan dengan misalnya seperti berikut : 
Seorang pengangkut sampah pergi ke kedai yang menjual minyak wangi.  Apabila beliau membawa bau-bauan yang harum wangi itu,  ia pun jatuh dan tidak sadar diri.  Orang pun datang hendak memberi pertolongan kepadanya.  Air dipercikkan kemukanya dan dihidungnya diletakkan kasturi. Tetapi beliau bertambah parah.  Akhirnya datanglah seorang pengangkut sampah juga,  lalu diletakkan sedikit sampah kotor di bawah hidung orang yang pingsan itu. Dengan segera orang itu pun sadar semula sambil berseru dengan rasa puas hati, "Wah! Inilah sebenarnya wangi!" 
Demikian jugalah,  ahli dunia tidak akan menjumpai lagi karat dan kotor dunia ini diakhirat. Kenikmatan keruhaniah alam sana berlainan sekali dan tidak sesuai dengan kehendaknya. Maka ini menjadikannya bertambah parah dan sengsara lagi.  karena alam sana itu adalah alam ruhaniah dan penzhohiran Jamal (keindahan) Allah Subhanahuwa Taala. Berbahagialah mereka yang ingin mencapai kebahagiaan di sana itu dan menyesuaikan dirinya dengan alam itu.  Semua sikap zahud,  menahan diri ibadah,   menuntut ilmu adalah bertujuan untuk mencapai penyesuaian itu dan penyesuaian itu adalah cintanya. Inilah maksud Al-Quran: 
…….., Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.(Al Baqoroh:222)  Dosa dan maksiat sangat bertentang dengan masalah ini  Oleh karena itulah tercantum dalam Al-Quran:   Dan hanya kepunyaan Allah kerajaan langit dan bumi. Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebatilan. (Al Jaatsiyah:27)
Orang yang dikaruniai dengan mata keruhanian telah nampak hakikat ini dalam rasa pengalaman mereka bukan hanya kata-kata yang diterima turun-menurun sejak dahulu lagi. Pandangan mereka itu membawa kepercayaan bahwa orang yang berkata demikian adalah sebenarnya Nabi, ibarat orang yang mengkaji ilmu pengobatan,  akan tahu adakah orang yang berbicara berkenaan pengobatan itu sebenarnya dokter ataupun bukan. Ini adalah jenis keyakinan yang tidak perlu dibantu dengan mukjizat atau perbuatan yang diluar kebiasaan karena yang  demikian pun dapat dilakukan juga oleh tukang sihir atau tukang silap mata.

 TANDA-TANDA  CINTA KEPADA ALLAH
Ramai orang berkata ia Cinta kepada Allah Subhanahuwa Taala.  Perkataan itu hendaklah diuji terlebih dahulu adakah yang murni atau hanya palsu.
Ujian pertama adalah : Dia hendaklah tidak benci kepada mati karena tidak ada orang yang enggan bertemu dengan sahabatnya. 
Nabi Muhammad saw bersabda :
"Siapa yang ingin melihat Allah,  Allah ingin melihat dia." 
Memang benar ada juga orang yang ikhlas cintanya kepada Allah berasa gentar apabila mengingat kedatangan mati sebelum ia siap menyiapkan persediaan untuk pulang ke akhirat, tetapi jika betul-betul ikhlas dia akan bertambah rajin berusaha lagi untuk menyiapkan persediaan itu. 
Ujian kedua adalah : ia mestilah bersedia mengorbankan kehendaknya untuk menurut kehendak Allah dan dengan daya upaya yang ada menghampirkan diri kepada Allah dan benci kepada apa saja yang menjauhkan dirinya dengan Allah.  Dosa yang dilakukan oleh seseorang itu bukanlah bukti ia tidak cinta kepada Allah langsung tetapi itu membuktikan yang ia tidak menyintai Allah sepenuh jiwa raganya.  
Fudhoil bin Iyadh seorang wali Allah berkata kepada seorang lelaki : 
"Jika seseorang bertanya kepada mu apakah kamu cinta kepada Allah? hendaklah kamu diam karena jika kamu kata:  "Saya tidak cinta kepadaNya",  maka kamu kafir dan jika kamu berkata,  "Saya cinta", maka perbuatan kamu berlawanan dengan katamu." 
Ujian yang ketiga adalah : ingat kepada Allah itu mestilah sentiasa ada dalam hati manusia itu tanpa ditekan atau direkayasa kebenarannya,  karena apa yang kita cinta itu mestilah sentiasa kita ingat.  Sekiranya cinta itu sempurna,  ia tidak akan lupa yang dicintainya itu. Ada juga kemungkinan bahwa sementara cinta kepada Allah itu tidak mengambil tempat yang utama dalam hati seseorang itu,  maka cinta kepada menyintai Allah itu mungkin mengambil tempat juga,  karena cinta itu satu hal dan cinta kepada cinta itu adalah satu masalah yang lain pula. 
Ujian yang keempat adalah : kemudian menunjukkan adanya cinta kepada Allah ialah bahwa seseorang itu cinta kepada Al-Quran,  yaiitu Kalam Allah,  dan cinta kepada Muhammad yaitu Rasul Allah.   Jika cintanya benar-benar kuat,  ia akan cinta kepada semua orang karena semua manusia itu adalah hamba Allah.  Bahkan cintanya meliputi semua makhluk,  karena orang yang kasih atau cinta kepada seseorang itu tentulah kasih pula kepada kerja-kerja yang dibuat oleh kekasihnya itu dan cintanya juga kepada tulisan atau karangannya.
Ujian yang kelima adalah : ia suka duduk bersendirian untuk maksud beribadat dan ia suka malam itu cepat datang agar dapat berbicara dengan rekan atau sahabatnya tanpa ada yang menggangu.  Jika ia suka berbual-bual di siang hari dan tidur di malam hari maka itu menunjukkan cintanya tidak sempurna.  Allah berfirman kepada Nabi Daud : 
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat lalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan amat sedikitlah mereka ini". Dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat”. (Shaad:24)
Pada hakikatnya, jika cinta kepada Allah itu benar-benar mengambil tempat seluruhnya didalam hati seseorang itu,  maka cintanya kepada yang  lain itu tidak akan dapat mengambil tempat langsung ke dalam hati itu.  Seorang dari Bani Israel telah menjadi kebiasaan sembahyang di malam hari. 
Tetapi apabila melihat burung bernyanyian di sebatang pohon dengan merdu sekali,  dia pun sembahyang di bawah pohon itu supaya dapat menikmati nyanyian burung itu.  Allah menyuruh Nabi Daud pergi berjumpa dia dan berkata : 
"Engkau telah mencampurkan cinta kepada nyanyian burung dengan cinta kepadaKu,  Martabat engkau di kalangan Auliya' Allah telah diturunkan,"
Sebaliknya ada pula orang yang terlalu cinta kepada Allah, suatu hari sedang ia melakukan ibadatnya kepada Allah rumahnya telah terbakar,  tetapi ia tidak tahu dan sadar rumahnya terbakar. 
Ujian yang keenam adalah : ibadahnya menjadi senang sekali.  Seorang Wali Allah ada berkata :
"Dalam tiga puluh tahun  yang pertama saya melakukan sembahyang malam dengan susah payah sekali, tetapi tiga puluh yang kedua sembahyang itu menjadi indah dan nikmat pula kepada saya."  Apabila cinta kepada Allah itu sempuna,  maka tidak ada keindahan yang sebanding dengan keindahan beribadah.
Ujian yang ke ketujuh adalah : Orang yang cinta kepada Allah itu akan cinta kepada mereka yang taat kepada Allah dan mereka benci kepada orang-orang kafir dan orang-orang yang durhaka kepada Allah.
Al-Quran menyatakan :
" Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, ."  (Hujurat:7) Suatu masa,  Nabi bertanya kepada Allah,  "Wahai Tuhan,  siapakah kekasihmu?" Terdengarlah jawaban,
"Siapa yang berpegang teguh kepadaKu seperti bayi dengan ibunya,  mengambil perlindungan dengan MengingatiKu seperti burung mencari perlindungan disarangnya,  dan yang marah melihat dosa seperti singa yang marah yang tidak takut kepada apa dan siapa pun."

MEMERIKSA DIRI SENDIRI & MENGINGAT ALLAH
Ketahuilah wahai saudaraku, dalam Al-Qur'an Allah berfirman,  lebih kurang maksudnya, 
" Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka, Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. " (Al Zalzalah:6-7)  Tercantum juga dalam Al-Qur'an firman yang berbunyi sebagai berikut : 
" maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakannya. " (At Takwir:14).  Khalifah Umar ada berkata,  " perhitunglah dirimu sebelum engkau diperhitungkan". 
Allah SWT berfirman : 
" Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau pun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan. ". 
Wali-wali Allah sentiasa mengetahui bahwa manusia datang ke dunia ini untuk menjalankan pengembaraan keruhanian,  yang akibatnya ialah untung atau rugi dan tujuannya adalah neraka atau syurga. Senantiasalah mereka itu berwaspada terhadap kehendak-kehendak jasamaniah (tubuh) yang diibaratkan sebagai rekan dalam bisnis yang bersifat jahat dan ada kalanya mendatangkan kerugian kepada bisnis itu.  Sebenarnya orang yang bijak itu adalah orang yang mau merenung sebentar selepas sembahyang subuh memikirkan hal dirinya dan berkata kepada jiwanya : 
"Wahai jiwaku,  engkau hanya hidup sekali. Tiap-tiap saat yang berlalu tidak akan datang lagi dan tidak akan dapat diambil kembali kerena di Hadirat Allah Subhanahuwa Taala, bilangan nafas turun naik yang dikurniakan kepada engkau itu telah ditetapkan dan tidak boleh ditambah lagi.  Inilah perjalanan hidup dalam dunia hanya sekali,  tidak ada kali yang kedua dan seterusnya. Oleh itu,  apa yang engkau hendak perbuat, buatlah sekarang. Anggaplah seolah-olah hidupmu telah berakhir,  dan hari ini adalah hari tambahan yang diberi kepada engkau karena karunia Allah Subhanahuwa Taala juga.  Alangkah ruginya membiarkan hari ini berlalu dengan sia-sia.  Tidak ada yang lebih rugi dari itu lagi."
Di hari berbangkit di akhirat kelak,  seseorang itu akan melihat semua waktu hidupnya di dunia ini tersusun seperti susunan peti harta dalam satu barisan yang panjang.
Pintu sebuah daripada peti itu terbuka dan kelihatanlah penuh dengan cahaya:  Ini menunjukkan waktu yang dipenuhinya dengan membuat amalan yang sholeh.  Hatinya
akan terasa indah dan bahagia sekali, bahkan sedikit saja rasa bahagia itu pun sudah cukup membuat penghuni neraka melupakan api neraka yang bernyala itu.  Kemudian peti yang kedua terbuka,  maka terlihatlah gelap gelita di dalamnya.  Dari situ keluarlah bau busuk yang amat sangat hingga orang terpaksa menutup hidungnya:  Ini menunjukkan waktu yang dipenuhinya dengan amal maksiat dan dosa.  Maka akan dirasainya azab yang tidak terhingga bahkan sedikit saja pun dari azab itu sudah cukup menggusarkan ahli syurga. 
Selepas itu terbuka pintu peti yang ketiga, dan kelihatanlah kosong saja, tidak ada gelap dan tidak ada cahaya di dalamnya:  Inilah melambangkan waktu yang dihabiskannya dengan tidak membuat amalan sholeh dan tidak juga membuat amalan maksiat dan dosa.  Ia akan merasa sesal dan tidak tentu arah seperti orang yang ada mempunyai harta yang banyak membiarkan hartanya terbuang dan lepas begitu saja dengan sia-sia.
Demikianlah seluruh waktu yang dijalannya itu akan dipamerkan kepadanya satu persatu. Oleh karena itu, seseorang itu hendaklah berkata kepada jiwanya tiap-tiap pagi : 
"Allah telah mengkaruniakan engkau dua puluh empat jam peti harta.  Berhati-hatilah mengawasinya supaya jangan kehilangan,  karena engkau tidak akan boleh menanggung rasa sesal yang amat sangat jika engkau kehilangan harta itu". 
Aulia Allah ada berkata, 
"Walaupun sekiranya Allah mengampuni kamu,  setelah hidup disia-siakan, kamu tidak akan mencapai derajat orang-orang yang Sholeh dan pasti kamu akan meratapi dan manangisi kerugianmu itu.  Oleh itu jagalah lidahmu,  matamu dan tiap-tiap anggota mu yang tujuh itu kerena semua itu mungkin menjadi pintu untuk menuju ke Neraka". 
Katakanlah kepada tubuhmu;  "Jika kamu memberontak,  sesungguhnya kamu akan kuhukum",  karena meskipun tubuh itu kotor,  ia boleh menerima arahan dan boleh dijinakkan dengan zuhud".  Demikianlah tujuan memeriksa atau memperhitung diri sendiri.
Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda :
"Berbahagialah orang yang beramal sekarang apa yang menguntungkannya di akhirat kelak".
Maka sekarang kita masuk pula kepada bagian yang berhubungan dengan Zikirulloh (mengenang atau mengingat Allah). Manusia itu hendaklah ingat bahwa Allah Melihat dan Memperhatikan semua tingkah laku dan pikirannya.  Manusia hanya melihat yang zhohir saja, tetapi Allah Melihat zhohir dan batinnya manusia itu.  Orang yang percaya dengan ini sebenarnya dapatlah ia menguasai dan mendisiplinkan zhohir dan bathinnya. 
Jika ia tidak percaya ini, maka KAFIRLAH ia.  Jika ia percaya tetapi ia bertindak berlawanan dengan kepercayaan itu,   maka salah besarlah ia. 
Suatu hari, seorang Negro menemui Nabi SAW. dan berkata;  "Wahai Rasulullah!  Saya telah melakukan banyak dosa. 
Adakah taubatku diterima atau tidak?". Nabi SAW.  menjawab; "Ya".  Kemudian Negro itu berkata lagi, "Wahai Rasulullah!  Setiap kali aku membuat dosa adakah Allah Melihatnya?". Nabi SAW.  menjawab lagi;  "Ya"
Negro itu pun menjerit lalu mati.  Sehingga seseorang itu benar-benar percaya bahwa ia sentiasa dalam perhatian Allah, maka tidaklah mungkin baginya membuat amalan yang baik-baik.
Seorang Sheikh ada seorang murid yang lebih disayanginya daripada murid-murid yang lain. Dengan itu murid-murid yang lain itu pun berasa dengki kepada murid yang seorang itu. Suatu hari Sheikh itu memberi kepada tiap-tiap murid itu seekor ayam dan menyuruh mereka menyembelih ayam itu di tempat yang tidak ada seseorang pun melihat ia menyembelih itu.  Maka pergilah mereka tiap-tiap murid membawa seekor ayam ke tempat yang sunyi dan menyembelih ayam di situ.  Kemudian membawanya kembali kepada Sheikh mereka.  Semuanya membawa ayam yang telah disembelih kepada Sheikh mereka kecuali seorang yaitu murid yang  lebih disayangi oleh Sheikh itu.  Murid yang seorang ini tidak menyembelih ayam itu.  
Ia berkata; "Saya tidak menjumpai tempat yang dimaksudkan itu kerena Allah di mana­manapun Melihat".
Sheikh itu pun berkata kepada murid-murid yang lain: "Sekarang sekelian telah lihat sendiri derajat pemuda ini.  Dia telah mencapai ke taraf ingat sentiasa kepada Allah". 
Apabila Zulaiha coba menggoda Nabi Yusuf ,  ia menutup dengan kain muka sebuah berhala yang selalu disimpannya.
Nabi Yusuf berkata kepadanya :
 "Wahai Zulaiha,  adakah kamu malu dengan batu? sedangkan dengan batu engkau malu,  betapa aku tidak malu dengan Allah yang menjadikan tujuh petala langit dan bumi". 
Ada seorang datang berjumpa dengan Sheikh dan berkata;  "Saya tidak dapat menghindarkan mataku dari hal-hal yang membawa dosa.  Bagaimanakah saya hendak mengawalnya?". 
Sheikh menjawab; "Dengan cara mengingat Allah Melihat kamu lebih jelas dan terang lagi daripada kamu melihat orang lain". 
Dalam hadis ada diterangkan bahwa Allah ada berfirman seperti demikian;  "Syurga itu adalah bagi mereka yang bersabar hendak membuat suatu dosa,  dan kemudian mereka ingat bahwa Aku sentiasa Memandang mereka,  lalu mereka pun menahan diri mereka". 
Abdullah Ibnu Dinar meriwayatkan; 
"Satu ketika saya berjalan dengan Khalifah Omar menghampiri kota Mekah.  Kami bertemu dengan seorang gembala yang sedang membawa gembalaannya. 
Omar berkata kepada gembala itu :  "Jualkan pada saya seekor kambing itu".  Gembala itu menjawab;  "Kambing itu bukan saya punya,  tuan saya yang mempunyainya."   Kemudian untuk mencobanya,  
Omar berkata;  "Baiklah, kamu katakanlah kepada tuanmu bahwa yang seekor itu telah dimakan oleh serigala" .  Budak gembala itu menjawab; "Tidak,  sesungguhnya tuan saya tidak tahu tetapi Allah Mengetahuinya".
Mendengar jawapan budak gembala itu,  bertetesanlah air mata Omar.  Beliau pun pergi berjumpa dengan tuan budak gembala kambing itu lalu membelinya dan membebaskannya.  Beliau berkata kepada budak itu :  "Karena kata-katamu itu, engkau bebas dalam dunia dan akan bebas juga di akhirat kelak".
Ada dua derajat berkenaan Zikir Allah (mengenang Allah) ini.  Derajat pertama ialah derajat Aulia Allah. Mereka  bertafakur dan tenggelam dalam tafakur mereka dalam mengenang Keagungan dan Kemuliaan Allah. dan tidak ada tempat langsung dalam hati mereka untuk 'gairuLlah" (selain dari Allah).  Ini adalah derajat zikir Allah yang bawah, karena apabila hati seseorang itu telah tetap dan anggotanya dikontrol penuh oleh hatinya hingga mereka dapat mengawal mereka dari hal-hal yang halal pun,  maka tidak perlulah lagi ia menyediakan alat atau penahan untuk menghalangi dosa. 
Maka kepada zikir Allah seperti inilah Nabi Muhammad (S.W.T) maksudkan apabila ia berkata,
"Orang yang bangun pagi-pagi dengan hanya Allah dalam hatinya,  Allah akan memeliharanya didunia dan diakhirat." 
Setengah daripada mereka golongan ini sangat asyik dan tenggelam dalam mengenang dalam mengingati Allah hingga kalau ada orang berbicara kepada mereka tidaklah mereka dengar,  kalau orang berjalan dihadapan mereka tidaklah mereka nampak.  Mereka seolah-olah diam seperti dinding. Seseorang Wali Allah berkata :  "Suatu hari saya melintasi tempat ahli-ahli pemanah sedang bertanding memanah.  Tidak berapa jauh dari situ ada seorang duduk seorang diri.  Saya pergi kepadanya dan coba hendak berbicara dengannya.
Tetapi ia menjawab,  "Mengenang Allah itu lebih baik dari berbicara".  Saya bertanya, "tidakkah kamu merasa kesepian?" 
"Tidak" jawabnya, "Allah dan dua orang malaikat ada bersamaku" . 
Saya bertanya kepada beliau sambil menunjukkan kepada pemanah-pemanah itu, "Antara mereka itu,  yang manakah akan menang?" 
Beliau menjawab,  "Yang itu, Allah telah beri kemenangan  kepadanya." Kemudian saya bertanya, "dari manakah kamu tahu ?" 
Mendengar itu, ia merenung ke langit lalu berdiri dan pergi sambil berkata,  "Oh Tuhan! Banyak hamba-hambamu mengganggu seorang yang sedang mengingatimu!" 
Seorang wali Allah bernama Syubli satu hari pergi berjumpa seorang sufi bernama Thauri. Beliau lihat Thauri duduk dengan berdiam diri dalam tafakkur hingga sehelai bulu romanya pun tidak bergerak.  
Syubili bertanya kepada Thauri, "Kepada siapa anda belajar latihan bertafakkur dengan diam diri seperti itu?"   Thauri menjawab, "Dari seekor kucing yang saya lihat menunggu di depan lubang tikus. Kucing itu akan lebih diam dari apa yang saya lakukan ini." 
Ibn Hanif meriwayatkan: 
"Saya diberitahu bahwa di Bandar Thur ada seorang Syeikh dan muridnya sentiasa duduk dan tenggelam dalam zikir Allah.  Saya pergi ke situ dan saya dapati kedua orang itu duduk dengan muka mereka menghadap ke kiblat.  Saya memberi salam kepada mereka tiga kali. Tetapi mereka tidak menjawab.  Saya berkata, "Dengan nama Allah saya minta tuan-tuan menjawab salamku".  Pemuda itu mengangkat kepalanya dan menjawab,
"Wahai Ibn Hanif! dunia ini untuk sebentar waktu saja,  dan yang sebentar itupun tinggal sedikit saja. Anda mengganggu kami karena meminta kami menjawab salammu itu". 
Kemudian dia menundukkan kepalanya lagi dan terus berdiam diri.  Saya rasa lapar dan dahaga pada masa itu,  tetapi dengan memandang mereka itu saya lupa pada diri saya.  Saya terus bersama mereka dan sembahyang Dhuhur dan Ashar bersama mereka.  Saya minta mereka memberi nasihat kepada saya berkenaan kerohanian ini. 
Pemuda itu menjawab,  " Wahai Ibni Hanif,  kami merasa susah,  kami tidak ada lidah untuk memberi nasihat itu." Saya terus berdiri di sepertiga malam.  Kami tidak berbicara antara satu sama lain,  dan tidak tidur. Kemudian saya berkata kepada diri saya sendiri,  saya akan mohon kepada Allah supaya mereka menasihati saya."  Pemuda itu mengangkat kepalanya dan berkata,
"Pergilah cari orang seperti itu, ia akan dapat membawa Allah kepada ingatan anda dan melengkapkan rasa takut kepada hatimu,  dan ia akan memberi anda nasihat yang disampaikan secara diam tanpa berbicara sembarangan."
Demikianlah dzikir Allah para Aulia yaitu melenyapkan dan menenggelamkan pikiran dan khayalan dalam Mengenang Allah.  Zikir Mengenang Allah (dzikir Allah) yang kedua ialah dzikirnya "golongan kanan" yaitu yang disebut dalam Quran sebagai Ashabul
  Yamin.  Mereka ini tahu dan kenal bahwa Allah sangat mengetahui terhadap mereka dan mereka merasa tunduk dan tawaduk di Hadirat Allah SWT tetapi tidaklah sampai mereka melenyapkan dan menenggelamkan pikiran dan khayalan mereka dalam mengenang Allah saja sehingga tidak peduli keadaan keliling mereka.  Mereka sadar diri mereka dan sadar terhadap alam ini.  Keadaan mereka adalah seperti seorang yang terkejut karena didapati dalam keadaan telanjang dan cepat-cepat menutup aurat mereka. 
Golongan yang satu lagi adalah seperti orang yang tiba-tiba mendapati diri mereka di majlis raja yang besar lalu ia merasa tidak tentu arah dan merasa takjub. 
Golongan yang mula-mula itu memeriksa terlebih dahulu apa yang memasuki hati mereka dengan rapi sekali,  karena di hari kiamat kelak tiga persoalan akan ditanya terhadap tiap-tiap perbuatan. Dan tindakan yang telah dilakukan. 
Pertama:  "Kenapa kamu membuat ini?" , 
Kedua: "Dengan cara apa kamu membuat ini?",  dan
Ketiga: "Untuk tujuan apa kamu melakukan ini?".
Yang pertama itu dipermasalahkan karena seseorang itu hendaklah bertindak dari niat dan dorongan Ketuhanan dan bukan dorongan Syaitan dan hawa nafsu. 
Jika masalah itu dijawab dengan memuaskan hati,  maka diadakan ujian kedua yaitu masalah bagaiman tindakan itu dilakukan dengan bijak,  dengan cara baik, atau dengan cara tidak peduli atau tidak baik.
Yang ketiga, adanya perbuatan dan tindakan itu karena Allah semataa atau bukan karena hendak disanjung oleh manusia. 
Jika seseorang itu memahami makna dari masalah masalah ini,  maka ia tentu berhati-hati sekali terhadap keadaan hatinya dan bagaimana ia melawan pikiran yang mungkin menimbulkan tindakannya.  Sebenarnya memilih dan menapis pikiran dan khayalan itu sangatlah susah dan rumit.
Barangsiapa yang tidak sanggup membuatnya hendaklah pergi berguru dengan orang-orang keruhanian. Mengaji dan berguru dengan mereka itu dapat mendatangkan cahaya ke dalam hati.  Dia hendaklah menjauhkan diri dari orang-orang alim kedunian kerena mereka ini adalah alat atau ujian syaitan. 
Allah berfirman kepada Nabi Daud a.s.; 
" Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. ". (Shaad:26) 
Nabi Muhammad SAW. pernah bersabda;
"Allah kasih kepada orang yang tajam matanya terhadap hal-hal yang menimbulkan syak­wasangka dan tidak membiarkan akalnya diganggui oleh serangan hawa nafsu". 
Akal dan pilihan sangat berkaitan, dan orang yang akalnya tidak menguasai hawa nafsu tidak akan dapat memilih yang baik dari yang jahat. 
Disamping membuat pilihan dan berhati-hati sebelum bertindak,  maka seseorang itu hendaklah menghitung dan menyadari apa yang telah dilakukannya dahulu.  Tiap-tiap malam periksalah dengan hati dan lihatlah apa yang telah dilakukan dan sama adanya untung atau rugi dalam bisnis keruhaniaan ini.  Ini adalah penting karena hati itu ibarat rekan dalam berbisnis yang jahat yang senantiasa hendak menipu dan menjilat.  Kadang­kadang ia menunjukkan diri jahatnya itu.  Sebaliknya topeng taat kepada Allah,  agar manusia menganggap ia telah beruntung tetapi sebenarnya ia telah rugi. 
Seorang Wali Allah bernama Amiya yang berumur 60 tahun telah menghitung berapa hari umurnya.  Maka didapati umurnya ialah selama 21, 600 hari. 
Beliau berkata kepada dirinya sendiri :
"Aduhai! jika saya telah melakukan satu dosa dalam sehari,  bagaimana saya hendak lari dari beban 21, 600 dosa?".
Beliau menjerit dan terus rebah.  Apabila orang datang hendak mengangkatkannya,   mereka telah mendapati beliau telah meninggal dunia.  Tetapi malang ,  kebanyakan orang telah lupa. Mereka tidak memperhitung diri mereka sendiri.   Jika tiap-tiap satu dosa itu diibaratkan sebiji batu, maka penuhlah sebuah rumah dengan batu itu.  Jika malaikat Kiraman Kaatibin meminta gaji karena menulis dosa yang telah manusia lakukan, maka tentulah habis uangnya bahkan tidak cukup untuk membayar gaji mereka itu. Orang berpuas hati membilang biji tasbih sambil berzikir nama Allah,  tetapi mereka tidak ada biji tasbih untuk mengira berapa banyak percakapan sia-sia yang telah diucapkannya. Oleh karena itulah, Khalifah Omar berkata : 
"Timbanglah perkataan dan perbuatanmu sekarang sebelum ia dipertimbangkan di akhirat kelak".
Beliau sendiri sebelum pergi tidur malam hari memukul kakinya dengan cambuk sambil berkata : "Apa yang telah engkau lakukan hari ini?". 
Suatu hari Thalhah sedang sembahyang di bawah pohon-pohon kurma dan terlihat olehnya seekor burung yang jinak berterbangan di situ.  Karena memandang burung itu beliau terlupa berapa kalikah beliau sujud.  Untuk menghukum dirinya karena kelalaian itu, beliau pun memberi pohon-pohon khurma itu kepada orang lain. 
Aulia Allah mengetahui hawa nafsu mereka itu selalu membawa kepada kesesatan.  Oleh itu mereka berhati-hati benar dan menghukum diri mereka setiap kali mereka telah melanggar batas. 
Jika seseorang itu mendapati diri mereka telah terjauh dan menyeleweng dari sifat zuhud dan disiplin diri, maka sepatutnya beliau belajar dan meminta nasihat dari orang yang pakar dalam latihan keruhanian, supaya hati mereka lebih bersemangat kepada sifat zuhud, disiplin diri dan akhlak yang suci itu.
Seorang Wali Allah pernah berkata, 
"Apabila saya berasa merosot dalam disiplin diri,  saya akan melihat Muhammad bin Abu Wasi, dan melihat beliau itu bersemagatlah hatiku sekurang-kurangnya seminggu". 
Jika seseorang itu tidak mendapati seseorang yang zuhud di sekitarnya,  maka indahlah mengkaji riwayat Aulia Allah.  indah juga ia menasihat jiwanya seperti demikian : 
"Wahai jiwaku!  engkau fikir dirimu cerdik pandai dan engkau marah jika disebut bodoh.  Maka apakah engkau ini?  Engkau sediakan kain baju untuk melindungi dingin tetapi tidak bersedia untuk kembali ke akhirat. 
 Keadaanmu adalah seperti orang dalam musim sejuk berkata : 
"Aku tidak pakai pakaian panas, cukuplah aku bertawakkal kepada Allah untuk melindungi aku dari dingin". 
Dia telah lupa bahwa Allah disamping menjadikan dingin itu ada juga memberi petunjuk kepada manusia bagaimana membuat pakaian untuk melindungi dari dari sejuk dan dingin, dan disediakan alat dan bahan-bahan untuk membuat pakaian itu.  Ingatlah jiwa! hukuman kepadamu di akhirat kelak bukanlah karena Allah murka karena tidak patuhmu, dan janganlah berkata :
"Bagaimana pula dosaku boleh menyakiti Allah?
Adakah hawa nafsumu sendiri yang menyalakan api neraka di dalam dirimu sendiri,   seperti orang yang memakan makanan yang membawa penyakit.  adalah penyakit itu tejadi dalam tubuh manusia,  dan bukan karena dokter marah kepadanya karena tidak mematuhi perintahnya. 
"Tidak malukah kamu wahai jiwa!  karena kamu sangat cenderung kepada dunia!!!.  Jika kamu tidak percaya dengan Syurga dan Neraka,  maka sekurang-kurangnya percayalah kepada mati yang akan merampas dari kamu semua keindahan dunia dunia dan membuat kamu merasa kepayahan berpisah dari dunia ini.  Semakin kuat keterikan kamu kepada dunia, maka semakin pedihlah yang kamu rasakan. 
Apakah dunia ini bagimu?  Jika seluruh dunia ini dari Timur ke Barat kepunyaanmu dan menyembahmu,  namun itu tidaklah lama.  Akan semuanya hancur jadi abu bersama dirimu sendiri dan namamu makin lama makin dilupakan,  seperti Raja-raja yang dahulu sebelum kamu.  Setelah kamu  melihat bagaimana kecil dan kerdilnya kamu di dunia ini,  maka kenapa kamu bergila-gila benar menjual keindahan dan kebahagiaan yang abadi dan memilih kebahagian yang sementara seperti menjual intan berlian yang mahal untuk mendapatkan kaca yang tidak berharga,  dan menjadikan kamu bahan ketawa orang lain?" 

MENGENAL AKHIRAT
Semua orang-orang yang percaya dengan Al-Qur'an dan Hadis mengetahui tentang kebahagiaan di Surga dan keazaban di Neraka yang akan dirasakan di Akhirat kelak.
Tetapi banyak orang yang tidak mengetahui adanya Surga dan Neraka Ruhaniah. 
Berkenaan Surga Ruhaniah ini,  Allah pernah berfirman kepada Nabinya : 
"mata tidak pernah melihat,  telinga tidak pernah mendengar,  dan hati tidak pernah berfikir tentang hal-hal yang disediakan bagi orang-orang yang sholeh." 
Dalam hati orang-orang yang diberi Nur (cahaya) oleh Allah s.w.t,  ada satu pintu yang terbuka menghadap kepada hakikat-hakikat Alam Keruhaniaan,  dan dengan itu ia tahu rasa pengalaman sebenarnya,  bukan omong-omong kosong saja atau kepercayaan yang turun-menurun,  berkenaan apa yang mendatangkan kerusakan dan apa yng mendatangkan kebahagiaan dalam Jiwa (ruh) sebagaimana terangnya dan pastinya dokter-dokter mengetahui apa yang menyebabkan sakit dan apa yang menyebabkan kesehatan pada tubuh.
Dia tahu bahwa mengenal Allah dan ibadat itu adalah obat penawar,  dan jahat serta dosa itu adalah racun bisa kepada ruh.
Banyak orang, bahkan orang-orang "Alim",  karena membabi buta mencela pendapat orang lain, tidak yakin sebenarnya dalam kepercayaan mereka tentang kebahagiaan dan azab ruh di Akhirat nanti.  Tetapi orang yang penuh keyakinan tanpa diganggui oleh perasangka akan mencapai keyakinan penuh dalam hal ini. 
Manusia ada dua jiwa (Ruh) yaitu Ruh Kehewanan dan Ruh Insan (Ruh Keruhanian).   Ruh Keruhanian ini adalah tabiatnya bersifat malaikat.  Tempat duduk Ruh kehewanan  ialah hati. Dari hati itu ruh ini keluar seperti uap halus dan meliputi semua anggota tubuh, yang memberi dan penglihatan kepada mata,  dia mendengar kepada telinga,  dan dia pada tiap-tiap anggota yang lain untuk menjalankan tugasnya masing-masing.  Ruh ini bolehlah diibaratkan sebagai lampu rumah dalam sebuah rumah.  Cahayanya menyinari dinding rumah itu.  Hati itu ibarat sumbu lampu tersebut.  Apabila minyak terputus karena sebab-sebab tertentu, maka padamlah lampu itu.  Demikianlah juga matinya ruh binatang (ruh kehewanan) itu. 
Berlainan dengan Ruh Keruhanian.  Ruh Keruhanian itu tidak boleh dipecah-pecah atau dibagikan-bagikan. Dengan ruh inilah manusia mengenal Tuhannya.  Bolehlah dikatakan bahwa Ruh Keruhanian ini adalah penunggang ruh kehewanan itu.  Meskipun Ruh kehewanan mati dan hancur binasa,  namun Ruh Keruhanian itu tetap hidup dan tidak binasa. Ruh keruhanian ini ibarat penunggang yang telah turun dari kudanya atau ibarat pemburu yang telah hilang senjatanya,  apabila seseorang itu meninggal dunia.  Kuda dan senjata itu diberi kepada ruh manusia itu supaya dengan itu ia dapat memburu dan menangkap Cinta dan Makrifat kepada Allah. Jika buruan tadi telah ditangkap, maka tidaklah ada sesal dan duka lagi. Sebaliknya suka dan puas hatilah ia dan dapatlah ia meletakkan senjata dan kuda keletihan itu ke tepi  Berhubung dengan hal ini,
Nabi pernah dan bersabda :
"Mati itu adalah hadiah dari Allah kepada orang-orang mukmin." 
Tetapi sayang sekali, seribu kali sayang bagi ruh yang kehilangan kuda dan senjata sebelum ia dapat menangkap barang buruan itu.  Tidaklah terkira lagi sesal dan dukanya. 
Kita akan terangkan lebih lanjut bagaimana berbedanya Ruh Insan atau Ruh Keruhanian itu dari tubuh dan anggotanya. Anggota tubuh mungkin lumpuh dan tidak berkerja lagi.   Tetapi ruh tidak rusak apa-apa. Begitu juga tubuh sekarang ini,  tidak lagi tubuh kita semasa bayi dahulu,  bahkan berbeda langsung. Tetapi keperibadian kita sekarang adalah serupa dengan keperibadian kita di masa bayi dahulu.   
Nampaklah kepada kita betapa kekalnya ruh itu meskipun tubuh telah hancur binasa.
Ruh ini kekal bersama dengan sifat-sifatnya yang tidak bersangkutan dengan tubuh seperti Cinta kepada Allah dan Makrifat Allah.
Inilah yang dimaksud oleh Al-Quran :
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai­sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun merasa puas terhadap (limpahan rahmat) -Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (Mujaadilah:22)
Tetapi jika kita meninggal dunia tidak membawa ilmu atau pengenalan tentang Allah (makrifat) dan sebaliknya mati dalam Jahil tentang Allah,  di mana Jahil itu adalah satu dari sifat penting juga, maka teruslah kita dalam kegelapan ruh dan azab sengsara.  Sebab itu Al-Quran ada menyatakan: 
Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). ( Al -Israil:72) 
Sebab Ruh lnsan kembali ke Alam Tinggi itu ialah karena asalnya di sana dan tabiatnya bersifat kemalaikatan. Ruh Insan itu dihantar ke alam rendah atau dunia ini,  berlawanan dengan kehendaknya, dengan tujuan mencari pengetahuan dan pengalaman,  seperti firman Allah dalam Al-Qur'an :  Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (Al Baqoroh:38)  dan firman Allah lagi : 
Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan) Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. Al-Hijr:29) Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa tempat asal Ruh Insan itu ialah dari Alam Tinggi sana .
Kesehatan Ruh Kehewanan atas keseimbangan bagian-bagian.  Apabila keseimbangan ini telah cacat, maka dapat diperbaiki dengan obat-obat yang sesuai.  Maka begitu jugalah kesehatan Ruh Insan , ia terdiri ada keseimbangan akhlak.   
Ke seimbangan akhlak ini dipelihara dan diperbaiki.  Dengan arahan-arahan kesusilaan (akhlak) dan ajaran akhlak.
Berkenaan wujudnya Ruh Insan ini di akhirat kelak,  maka kita telah tahu bahwa Ruh Insan itu adalah tidak terikat kepada tubuh. Segala bantahan terhadap wujudnya ruh ini selepas mati adalah berdasarkan pada prasangka,  ia terpaksa mendapatkan semula tubuhnya yang di dunia dulu yang telah hancur menjadi tanah.  Setengah orang menyangka Ruh Insan itu binasa setelah mati,  kemudian diwujudkan dan dihidupkan semula.  Tetapi ini adalah berlawanan dengan Akal dan juga Al-Qur'an.  Akal membuktikan bahwa mati itu tidak membinasakan hakikat seseorang itu dan Al-Qur'an mengatakan : 
"Janganlah kamu berkira-kira bahwa orang-orang yang mati (gugur) di jalan Allah mati,  bahkan mereka itu hidup di sisi TuhanNya dengan mendapat rezeki" (Al-Imran:169)
Tidak ada satu perkataan pun yang tersebut dalam hukum berkenaan orang-orang yang mati itu telah binasa,  dan orang itu baik atau jahat, bahkan Nabi SAW.  pernah bertanya kepada Ruh orang-orang kafir yang terbunuh,  apakah mereka telah menjumpai hukum yang baginda katakan kepada mereka itu, benar atau bohong.  Apabila sahabat-sahabat Nabi bertanya kepada baginda apakah faedahnya bertanya kepada mereka yang telah mati,  baginda menjawab : 
"Mereka mendengar kata-kataku lebih jelas dari kamu mendengarnya". 
Ada juga orang-orang Sufi yang dibukakan hijab bagi mereka.  Maka nampaklah oleh mereka syurga dan neraka,  dalam keadaan mereka itu tidak sadar diri.  Setelah mereka sedar semula,  muka mereka menunjukkan apa yang mereka lihat itu,  apakah syurga atau neraka. Jika muka mereka menunjukkan tanda-tanda gembira dan senang,  maka itulah tanda mereka telah melihat syurga.  Jika mereka seperti orang ketakutan dan cemas,  itulah tanda mereka melihat neraka.  Tetapi pandangan seperti ini tidaklah perlu untuk membuktikan apa yang akan terjadi itu kepada tiap-tiap orang yang berfikir,  yaitu apabila mati telah melepaskan inderanya pergi dan segalanya hilang kecuali peribadinya saja yang tinggal dan jika semasa di dunia ini ia sangat terikat kepada benda yang dipandang oleh indera saja seperti isteri, anak, harta-benda, tanah,  uang ringgit, dan sebagainya,  maka tentu sekali ia akan terazab apabila semua itu telah hilang darinya. 
Sebaliknya jika ia semampunya memalingkan mukanya dari segala benda di dunia dan menumpukan Cinta kepada Allah Taala,  maka jadilah mati itu sebagai cara melepaskan diri dari tanggapan dan kaitan dunia,  dan teruslah ia berpadu dengan Allah yang diCintainya. Sebab itulah Nabi SAW.  pernah bersabda,
"Mati itu ialah jaminan yang menyambungkan sahabat dengan sahabat". 
dan sabda beliau lagi :
"Dunia ini syurga bagi orang kafir, tetapi penjara bagi orang mukmin". 
Sebaliknya pula, Azab sengsara yang dirasakan oleh Ruh itu setelah mati adalah berpuncak dari terlalu kasih kepada dunia. 
Nabi pernah mengatakan bahwa tiap-tiap orang kafir  setelah mati akan diazab oleh 99 ekor ular. Tiap-tiap seekor ada sembilan kepala.
Ada juga orang yang bodoh. Mereka menggali kubur orang kafir dan melihat tidakpun ada ular di situ. Mereka tidak sedar bahwa ular itu berada dalam Ruh si Kafir dan ular itu telah ada di situ bahkan sebelum ia mati lagi,  kerena ular itu adalah sebenarnya sifat-sifat jahat mereka sendiri.  Diperlambangkan yaitu sifat-sifat dengki,  benci, menafiq,  sombong,  penipu dan lain-lain. Semua itu secara langsung atau tidak langsung adalah karena terlampau Kasih Kepada Dunia.  Itulah akibat mereka yang digambarkan oleh Al-Qur'an dengan:  
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong. (An Nahl:22)
Jika ular itu hal di luar diri mereka,  bolehlah mereka lepas dari siksaan itu barang sebentar, tetapi sebenarnya ular itu ialah sifat-sifat mereka sendiri.  Bagaimana mereka hendak melepaskan diri ???
Kita ibaratkan demikian,  Katalah seorang yang menjual hamba perempuan tanpa mengetahui bagaimana kasihnya ia kepada si hamba itu hinggalah hamba itu telah jauh darinya. Lama kelamaan,  cintanya itu bertambah hebat dan kuat benar hingga maulah ia menyiksa dirinya.  Cinta itu menyiksanya seperti seekor ular yang   telah menggigitnya hingga pingsan, dan kemudian coba menghujamkan dirinya ke dalam api atau terjun ke air untuk lari dari siksaan itu.
Demikianlah misalnya akibat kasih kepada dunia dan bagi mereka yang ada berperasaan itu selalu, tidak sadar hinggalah ia meninggal dunia.  Maka kemudian itu siksaan rindu dam birahi yang sia-sia bertambah hebat hingga ia lebih suka menukarkannya dengan berapa banyak pun ular dan kala.
Oleh karena itu, tiap-tiap orang berbuat dosa membawa bersamanya ke akhirat alat-alat penyiksaannya sendiri.
Al-qur'an ada menerangkan :
" dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan `ainulyaqin, ". (Al­Takatsur:07)
 dan firman Allah Taala lagi; 
" Dan sesungguhnya Jahanam itu benar-benar meliputi orang-orang yang kafir " (Al­Taubah:49)
Dia (Allah) tidak berkata;
"Akan meliputi mereka". karena liputan itu telah pun ada sekarang juga. 
Mungkin ada orang yang membantah;  "Jika demikian keadaannya,  siapakah yang akan dapat melepaskan diri dari neraka,  karena sedikit sebanyak manusia itu pasti ada neraka di dunia?
Kami menjawab:
Ada juga orang, khususnya Faqir. Mereka ini melaksanakan kaitan cintanya kepada dunia. Walaupun begitu,  ada juga orang yang beristeri,  beranak, berumah-tangga dan lain-lain lagi, walaupun mereka ada kaitan dengan semua itu,  namun Cinta mereka terhadap Allah tidak ada tandingan dan mereka lebih Cinta kepada Allah melebihi dari yang lain.
Mereka ini adalah seperti orang yang ada berumah-tangga di sebuah bandar yang dicintainya. Tetapi apabila Raja atau Pemerintah memberinya jabatan untuk bertugas di bandar yang lain, dia rela berpindah ke bandar itu karena jabatan itu lebih dicintai dari rumah-tangganya di bandar itu.  banyak Ambiya' dan Aulia yang sedemikian ini.
Sebagian besar pula manusia yang ada sedikit Cinta kepada Allah,  tetapi sangat cinta kepada dunia. Maka dengan itu mereka terpaksalah menerima  azab di akhirat  sebelum mereka dibersihkan dari karat-karat cinta kepada dunia itu.  Ramai orang yang mengaku Cinta kepada Allah, tetapi seseorang itu harus menilainya dan menguji dirinya dengan memerhatikan kemanakah cenderung  lebih berat kalau perintah Allah bertentangan dengan kehendak nafsunya?
Orang yang mengatakan Cinta kepada Allah tetapi tidak dapat menahan dirinya darinya dan tidak patuh kepada Allah, maka orang itu sebenarnya berbicara bohong. 
Kita telah perhatikan di atas bahwa satu jenis Neraka Keruhanian ialah berpisah secara paksa dari keduniaan dengan keadaan itu sangat terkait dan terikat dengan keduniaan itu.
  Banyak pula orang yang membawa dalam diri mereka,  kuman-kuman neraka seperti ini tanpa mereka sadari. 
Di akhirat kelak, mereka akan merasa diri mereka seperti Raja yang diturunkan dari takhta kerajaan dan dijadikan alat gelak ketawa orang ramai,  pada hal sebelum ini mereka hidup dengan mewah dan senang senang. 
Jenis Neraka Keruhanian yang kedua ialah Malu,  yaitu apabila manusia itu tersadar dan melihat keadaan perbuatan yang dilakukan dalam keadaan hakiki yang sebenarnya tanpa selindung lagi. Orang yang membuat fitnah akan melihat dirinya dalam bentuk orang yang memakan daging saudaranya sendiri,  dan orang yang iri dengki seperti yang melempar batu kepada tembok dan batu itu mental ke belakang lalu mengenai mata anaknya sendiri.
Jenis neraka seperti ini, yaitu Malu, bolehlah dilambangkan dengan ibarat berikut.  Katakanlah seorang Raja merayai perkawinan anak lelakinya.  Di waktu petang, orang muda itu pergi bersama sahabatnya berjalan-jalan  dan tidak lama kemudian kembali ke Istana (dalam keadaan mabuk) .  Dia masuk ke sebuah Dewan di mana api (lilin) sedang menyala.  Ia berbaring. Disangkanya ia berbaring dekat isterinya.  Besoknya, apabila ia sadar semula,  terperanjatlah ia apabila dilihatnya dirinya berada dalam Rumah Mayat orang-orang Majusi. Tempat berbaringannya itu ialah keranda mayat itu dan bentuk orang yang disangkakan isterinya itu ialah sebenarnya mayat seorang perempuan tua yang mulai busuk dan keriput.  Ia pun keluar dari Rumah Mayat itu dengan pakaian yang kotor dan rupa yang lusuh. Alangkah malunya ia berjumpa dengan ayahnya,  Raja itu bersama dengan pengiring-pengiringnya.  Demikianlah gambaran Malu yang dirasakan di akhirat kelak oleh mereka yang di dunia ini tamak dan sombong dan menumpukan seluruh jiwa raga kepada apa yang mereka sangka sebagai keindahan dan kenikmatan. 
Nereka Keruhanian Yang Ketiga ialah sesal dan putus asa dan gagal mencapai tujuan hidup yang sebenarnya.
Manusia dijadikan untuk Mencerminkan Cahaya Makrifat Allah.  Tetapi jika ia kembali ke akhirat dengan jiwanya penuh mabuk dan karat hawa nafsu,  maka gagal lah ia mencapai tujuan hidupnya di dunia ini. Sesal atau putus asanya boleh digambarkan demikian. 
Katalah seseorang melewatii hutan yang gelap bersama kawan-kawannya.  Di sana sini terlihat kilauan cahaya batu yang berwarna-warni.  Kawannya memungut batu itu dan menasihatnya supaya berbuat demikian juga. Kawannya berkata, "Batu ini sangat mahal harganya di tempat yang kita akan pergi sana ".  Tetapi beliau mentertawakan mereka dan mengatakan mereka bodoh karena mengharapkan keuntungan yang sia-sia yang belum tentu lagi. Dia pun terus berjalan.  Akhirnya mereka pun keluarlah dari hutan  yang gelap itu setelah berjalan beberapa lama.  Mereka dapati batu itu sebenarnya batu Delima,  Intan Berlian dan sangat bernilai dan berharga.  Alangkah sesal dan putus asanya ia karena tidak mahu mengutip batu-batu itu dahulu.  Begitulah ibaratnya orang yang sesal di akhirat kelak karena semasa mereka hidup di dunia ini mereka lalai dan tidak berusaha untuk mendapatkan intan permata  kebajikan dan perbendaharaan agama.
Perjalanan Insan melalui dunia ini bolehlah di-bahagi-bahagikan kepada empat peringkat :
Peringkat Nafsu, Peringkat Percobaan, Peringkat Naluri dan Peringkat Berakal.
Dalam Peringkat Pertama,  manusia itu adalah ibarat keledai.  Meskipun ia ada penglihatan, tetapi tidak ada ingatan. Ia terus membakar  dirinya berkali-kali ke dalam api lampu yang sama itu juga. 
Dalam Peringkat Kedua, ia adalah ibarat anjing , apabila dipukul sekali akan lari apabila melihat kayu selepas itu. 
Dalam Peringkat Ketiga,  manusia itu ibarat kuda  atau biri-biri. Kedua-duanya akan lari secara naluri,  apabila melihat singa atau serigala,  karena haiwan itu adalah musuhnya semula jadi.  Tetapi meeka tidak lari apabila melihat unta atau lembu,  meskipun binatang-binatang itu lebih besar dari tubuhnya.
Dalam Peringkat Keempat, manusia itu melampaui perbatasan binatang dan boleh sedikit sebanyak melihat ke hari depan dan mempersiapkan untuk hari yang akan datang. 
Pergerakannya mula-mula bolehlah diumpamakan seperti berjalan di atas tanah,   kemudian mengembara atas lautan dalam kapal,  kemudian ia mengenal hakikat-hakikat hingga dapat berjalan di atas air lait.  Di atas peringkat itu ada satu taraf lagi yang diketahui oleh Ambiya dan Aulia Allah, kemajuan mereka diibaratkan sebagai burung terbang.
Oleh yang demikian,  manusia dapat wujud dalam beberapa peringkat dari binatang hingga ke Malaikat. Di sini juga terletak bahayanya,  yaitu mungkin terjatuh ke taraf yang paling bawah dan rendah. Dalam Al-Qur'an ada tercantum, 
" Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung­gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat lalim dan amat bodoh ".  (Al-ahzab:72)
Binatang dan Malaikat tidak dapat merubah peringkat atau pangkat yang ditetapkan kepada mereka,  tetapi manusia boleh turun ke tempat atau peringkat yang paling bawah,
  atau pun naik ke peringkat Malaikat. Inilah maksud "beban" yang dimaksudkan itu. Kebanyakan manusia memilih tempat dalam dua peringkat yang bawah seperti tersebut dahulu. Tempat yang tetap selalunya tidak disukai oleh orang yang mengembara.
Kebanyakan mereka dalam peringkat atau kelas yang bawah itu karena tidak ada kepercayaan yang penuh dan tetap tentang hari Akhirat itu.  Kata mereka,  Neraka itu adalah rekaan orang-orang Agama saja untuk menakut-nakutkan orang ramai,  dan mereka pandang hina terhadap orang-orang Agama.  Untuk bertengkar dengan mereka ini tidaklah berguna. Cukuplah bertanya kepada mereka demikian untuk membuat mereka merenung sebentarnya, 
"Adakah kamu anggap 124, 000 orang Nabi dan juga Aulia Allah itu semuanya percaya dengan Hari Akhirat itu semuanya salah dan kamu itu saja yang betul?". 
Jika ia menjawab,  "Ya, saya percaya sebagaimana percaya saya dua itu lebih dari satu.  Saya penuh yakin tidak ada Ruh dan tidak ada bahagia dan hidup sengsara di Hari Akhirat".
Maka orang seperti itu tidak ada harapan lagi.  Biarkanlah mereka di situ.  Kenanglah nasihat Al-Qur'an; 
" Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat­ayat dari Tuhannya lalu dia berpaling daripadanya dan melupakan apa yang telah dikerjakan oleh kedua tangannya? Sesungguhnya Kami telah meletakkan tutupan di atas hati mereka, (sehingga mereka tidak) memahaminya, dan (Kami letakkan pula) sumbatan di telinga mereka, dan kendati pun kamu menyeru mereka kepada petunjuk, niscaya mereka tidak akan mendapat petunjuk selama-lamanya "  (Al-Kahfi:57)
Tetapi sekiranya orang itu berkata bahwa hidup di Akhirat itu adalah satu kemungkinan tetapi doktrin(kepercayaan) itu penuh dengan keraguan dan kesulitan.  Maka tidaklah mungkin untuk membuat keputusan sama ada hal itu betul atau tidak.  Maka bolehlah dikatakan kepadanya,
"Lebih baik kamu fikirkan.  Kalau kamu lapar hendak makan dan tiba-tiba ada orang berkata kepadamu dalam makanan itu ada racun yang diludahkan oleh seekor ular yang bisa. Kamu mungkin enggan memakan makanan itu dan kamu rasa lebih baik tahankan saja lapar itu, meskipun orang yang berkata itu mungkin berbohong atau melawak saja". 
Atau pun katalah kamu sedang sakit dan seorang pembuat Azimat berkata :  "Beri saya uang dan saya boleh tuliskan satu Azimat untuk kamu gantung pada leher dan Azimat itu akan menyembuhkan sakitmu". 
Mungkin kamu memberi orang itu uang untuk membuat Azimat itu dengan harapan mendapat faedah dari Azimat itu.  Atau jika seorang ahli Nujum berkata : 
"Apabila bulan masuk ke falak bintang yang tertentu,  minumlah sekian-sekian obat,  maka sembuhlah kamu". 
Meskipun tidak percaya dengan Ilmu Nujum,  namun kamu mungkin mencobanya dengan harapan supaya disembuhkan. 
Tidakkah kamu berfikir bahwa adalah lebih baik bergantung kepada perkataan para Ambiya',   Auliya' dan orang-orang Sholeh itu tentang Hari Akhirat itu lebih baik daripada percaya akepada penulis Azimat atau Ahli Nujum?
Ada orang yang belayar dalam kapal menembus lautan yang penuh ombak gelombang yang menelan manusia semata-mata dengan tujuan untuk mendapat keuntungan yang sedikit, kenapa pula kamu tidak kamu berkorban sedikit pun di dunia ini karena untuk kebahgiaan yang abadi di Akhirat kelak?
Pernah Sayyidina Ali berkata kepada seorang Kafir;  " Jika pendapat kamu betul,  kedua kita akan merugilah di Akhirat kelak,  tetapi jika kami betul,  maka terlepaslah kami dan kamulah yang akan menderita".
Beliau berkata demikian bukan karena beliau ragu-ragu,  tetapi semata-mata untuk menyadarkan orang Kafir itu. 
Dari apa yang kita baca di atas itu, maka tahulah kita bahwa tugas utama hidup manusia di dunia ini ialah untuk membuat persediaan bagi Akhirat.  Walaupun seorang itu ragu kehidupan di Akhirat itu, Akal mencadangkan supaya orang itu bertindak seolah-olah ianya ada, memandangkan hal-hal besar yang akan ditempuh kelak.  Selamat sejahteralah mereka yang menurut ajaran Allah dan RasulNya.